Senin, 07 Desember 2015

contoh skripsi

DRAFT SKRIPSI


NAMA              : Abdul Majid
NIM                   : 20404109003
JURUSAN        : Pendidikan Fisika
FAKULTAS     : Tarbiyah Dan Keguruan
JUDUL              : Hubungan antara Kepercayaan Diri dan Kecemasan Komunikasi Interpersonal dengan Perilaku Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Fisika Kelas X  MAN 2 Model Makassar

 

A.     Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Dengan pendidikan, manusia dapat mengembangkan segala potensi yang ada dalam dirinya. Pendidikan juga bisa diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh manusia secara teratur, dengan tujuan untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya dan merubah perilakunya kearah yang lebih baik.
Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa :
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (Undang-undang Sisdiknas: Sistem Pendidikan Nasional  2011, 3).

Berdasarkan pengertian tentang pendidikan di atas, maka dapat dikatakan bahwa fungsi pendidikan adalah untuk menyiapkan peserta didik melalui upaya bimbingan dalam usaha menciptakan manusia yang berkualitas. Strategi pelaksanaan pendidikan dilakukan dalam bentuk kegiatan bimbingan dan pengajaran. Bimbingan pada hakikatnya adalah pemberian bantuan arahan, motivasi, nasehat dan penyuluhan agar siswa mampu mengatasi, memecahkan masalah dan menanggulangi kesulitannya sendiri. Pengajaran merupakan bentuk kegiatan yang didalamnya terjalin hubungan interaksi dalam proses belajar antara tenaga kependidikan dan peserta didik untuk mengembangkan perilaku sesuai dengan tujuan pendidikan.
Proses belajar yang terjadi pada peserta didik merupakan sesuatu yang sangat penting  karena melalui belajar seorang individu mengenal dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dengan belajar,  seseorang juga bisa memperoleh pengetahuan baru dari orang-orang yang lebih berpendidikan dibandingkan dengan dirinya.
Dalam aktivitas kehidupan manusia sehari-hari hampir tidak pernah terlepas dari kegiatan belajar, baik ketika seseorang melaksanakan aktivitas sendiri, maupun dalam  suatu kelompok tertentu. Belajar merupakan kegiatan penting setiap orang, termasuk belajar didalamnya belajar bagaimana seharusnya belajar (Aunurrahman 2011, 33).
Banyaknya siswa  menghadapi persoalan dengan mata pelajaran disebabkan mata pelajaran yang menuntut waktu dan pikiran  yang banyak. Sebagian  mata pelajaran yang  dianggap  menimbulkan masalah ialah ilmu pasti dan pengetahuan alam, seperti fisika, matematika, biologi dan kimia. Hal ini disebabkan adanya persepsi siswa yang menganggap mata pelajaran tersebut memiliki tingkat kesulitan karena banyak istilah-istilah dan rumus-rumus yang harus dikuasai, oleh karena itu, siswa tidak berminat mempelajari mata pelajaran dimaksud, hal ini berimplikasi  pada perubahan perilaku belajar yang dialami oleh siswa. Selain  faktor kesulitan tersebut ada juga faktor lain yang ikut mempengaruhi perilaku belajar  siswa  yaitu  kepercayaan diri pada siswa dan kecemasan komunikasi interpersonal.
Perilaku belajar yang terjadi pada peserta didik dapat dikenal baik dalam proses maupun hasilnya. Proses belajar dapat terjadi apabila individu merasakan adanya kebutuhan dalam dirinya yang tidak dapat dipenuhi dengan cara-cara yang refleks atau kebiasaan. Hasil perilaku belajar ditunjukan adanya perubahan perilaku dalam keseluruhan pribadi belajar, perilaku hasil belajar mencakup aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotorik (Syarifan Nurjan 2009, 20).
Perilaku belajar siswa yang terjadi di MAN 2 Model Makassar menunjukan bahwa belum terjadi perubahan perilaku yang berhubungan dengan ketiga aspek diatas, sehingga membuat siswa kurang  percaya diri  terhadap apa yang dilakukannya.
Rasa percaya diri  biasanya disebabkan  karena individu tersebut kurang mendidik  diri sendiri dan  hanya  menunggu orang melakukan sesuatu  kepada  dirinya. Percaya diri sangat  bermanfaat dalam setiap keadaan, percaya  diri juga menyatakan seseorang bertanggung  jawab atas pekerjaannya, karena semakin individu kehilangan suatu kepercayaan diri, maka akan semakin sulit untuk memutuskan yang terbaik  apa yang harus dilakukan pada dirinya. Sikap percaya diri dapat dibentuk dengan  belajar terus, tidak takut  untuk berbuat salah  dan menerapkan  pengetahuan yang sudah dipelajari.
Setiap orang mempunyai kepercayaan, sikap, perasaan dan cita-cita akan dirinya,  apakah sikap,  perasaan itu tepat atau tidak, realistis atau tidak. Seseorang yang memiliki rasa kepercayaan lebih akan dirinya, akan mencita-citakan sesuatu yang jauh diatas kemampuannya, sehingga kemungkinan mendapatkan kegagalan besar sekali, orang-orang yang mempunyai kepercayaan lebih juga akan menilai rendah kepada orang lain. Sebaliknya orang yang kurang percaya diri akan banyak diliputi keraguan, ketidakberanian untuk bertindak dan rasa rendah diri (Nana Syaodih Sukmadinata 2009, 139-140).
Kepercayaan diri merupakan faktor yang berhubungan dengan bagaimana lingkungan mengembangkan rasa percaya siswa. Perasaan percaya ini akan sangat menentukan seberapa jauh siswa memiliki kepercayaan terhadap orang lain mengenai hidupnya, kebutuhan-kebutuhannya dan perasaan-perasaannya, serta kepercayaan terhadap diri sendiri, terhadap kemampuan, tindakan dan masa depannya. Kepercayaan akan menjadi sumber pertama bagi pembentukan siswa. Bila siswa diasuh dan dididik dengan perasaan penuh kasih sayang dan mengembangkan relasi yang berlandaskan kepercayaan, maka akan tumbuh pemahaman darinya bahwa ia dicintai dan dipercaya. Kondisi demikian pada gilirannya akan menjadi dasar bagi siswa ketika ia berkomunikasi dengan lingkungan sekitar secara bebas (Desmita 2009, 205-206).
Joseph  A.  Devito  membagi  komunikasi  atas  empat macam,  yakni  komunikasi  antarpribadi,  komunikasi  kelompok  kecil, komunikasi  publik  dan  komunikasi  massa (Onong Uchjana Effendy 2009, 6).  Dari keempat  tipe  komunikasi  tersebut  yang  akan  dibicarakan  dalam  penelitian  ini adalah tipe komunikasi antarpribadi (Interpersonal communication).
Menurut  John W. Santrock (2010, 529) kecemasan adalah perasaan takut dan kegundahan yang tidak jelas dan tidak menyenangkan. Menurut  Syamsu Yusuf LN (2011, 173) cemas adalah suatu pengenalan/pengakuan bahwa peristiwa-peristiwa yang dikonfrontasikan kepada individu terletak didaerah sistem konstruk.
Kecemasan dalam komunikasi dikenal sebagai comunication apprehension. Orang yang apprehension dalam komunikasi, akan menarik diri dari pergaulan, berusaha sekecil mungkin berkomunikasi, dan akan hanya akan berbicara apabila terdesak saja. Bila kemudian ia terpaksa berkomunikasi, sering pembicaraannya tidak relevan, sebab berbicara yang relevan tentu akan mengundang reaksi orang lain, dan dia akan dituntun berbicara lagi (Jalaluddin Rakhmat 2011, 107).
Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan di tempat penelitian terlihat bahwa tidak ada intensitas siswa untuk melakukan komunikasi, hal ini disebabkan ketidakmampuan siswa memahami materi pelajaran, disamping itu juga kurangnya metode mengajar yang dilakukan oleh guru sehingga siswa sulit untuk melakukan komunikasi dengan baik kepada guru maupun siswa yang lain. Dari hasil observasi tersebut memperkuat alasan peneliti untuk menjadikan sebagai objek yang layak untuk diteliti, mengingat proses belajar mengajar tidak dilakukan secara maksimal.
Dengan demikian, peneliti ingin meneliti  lebih lanjut mengenai hubungan antara kepercayaan diri dan kecemasan komunikasi  interpersonal  dengan perilaku belajar siswa pada mata pelajaran fisika  kelas  X MAN 2 Model Makassar”.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi masalah pokok adalah bagaimana hubungan antara kepercayaan diri dan kecemasan komunikasi interpersonal dengan perilaku belajar siswa pada mata pelajaran fisika kelas X MAN 2 Model Makassar. Masalah pokok tersebut diuraikan pada sub masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana kepercayaan diri siswa pada mata pelajaran fisika kelas X MAN 2 Model Makassar?
2.      Bagaimana kecemasan komunikasi interpersonal siswa pada mata pelajaran fisika  kelas X MAN 2  Model Makassar?
3.      Bagaimana perilaku belajar siswa pada mata pelajaran fisika  kelas X MAN 2  Model Makassar?
4.      Apakah terdapat hubungan antara kepercayaan diri dan kecemasan komunikasi interpersonal dengan perilaku belajar siswa pada mata pelajaran fisika Kelas X MAN 2 Model Makassar?


C.    Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah suatu jawaban atau dugaan sementara yang harus diuji kebenarannya (Sofyan Siregar 2011, 152). Sedangkan menurut Sugiyono (2010, 96) memberikan pengertian  hipotesis merupakan  jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Sama halnya dengan Moh Nazir (2003, 151) mendefinisikan hipotesis adalah jawaban sementara  terhadap masalah penelitian, yang kebenarannya harus diuji secara empiris.
Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah  “terdapat hubungan yang signifikan antara kepercayaan diri dan kecemasan komunikasi interpersonal dengan perilaku belajar siswa pada mata pelajaran fisika siswa kelas X MAN 2 Model Makassar”.
D.    Definisi Operasional Variabel
Untuk menghindari penafsiran yang keliru dalam memahami maksud dari penelitian ini, peneliti mengemukakan batasan definisi operasional variabel yang dianggap perlu sebagai berikut:
1.      Variabel X1 : Kepercayaan Diri
Kepercayaan diri adalah suatu sikap atau perasaan yakin atas kemampuan sendiri sehingga individu yang bersangkutan tidak akan cemas dalam setiap tindakan, dapat bebas melakukan hal-hal yang disukai dan bertanggung jawab atas segala perbuatan yang dilakukan. Dengan demikian ciri-ciri percaya pada kemampuan diri sendiri, bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, memiliki rasa positif terhadap diri sendiri, dan berani mengungkapkan pendapat.
2.      Variabel X2 : Kecemasan Komunikasi Interpersonal
Kecemasan adalah perasaan takut dan kegundahan yang tidak jelas dan tidak menyenangkan. Sedangkan komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara dua orang atau lebih secara dialogis sambil saling menatap sehingga terjadi kontak pribadi.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Kecemasan komuniksi interpersonal adalah suatu keadaan yang tidak menyenangkan ketika harus melakukan komunikasi interpersonal dalam kehidupan individu dan menganggap bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi yang ditunjukan dengan gejalan fisik, gejala perilaku dan gejala kognitif.
3.      Variabel Y : Perilaku Belajar Siswa
Perilaku belajar merupakan aktifitas yang ada pada peserta didik sebagai akibat dari adanya stimulus atau rangsangan dalam diri siswa sehingga menyebabkan terjadinya perubahan pada diri.
E.     Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.      Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
a.       Untuk mengetahui kepercayaan diri siswa  pada mata pelajaran fisika kelas X MAN 2 Model Makassar.
b.      Untuk mengetahui kecemasan komunikasi interpersonal siswa pada mata pelajaran fisika kelas X MAN 2 Model Makassar.
c.       Untuk mengetahui perilaku belajar siswa pada mata pelajaran fisika kelas X MAN 2 Model Makassar
d.      Untuk mengetahui ada hubungan antara kepercayaan diri dan kecemasan komunikasi interpersonal dengan perilaku belajar Siswa pada mata pelajaran fisika kelas X  MAN 2 Model Makassar.
2.      Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan memberi manfaat sebagai berikut: 
a.       Sebagai bahan masukan bagi guru untuk memperhatikan tingkat kepercayaan diri  siswa terutama pada mata pelajaran fisika.
b.      Sebagai bahan masukan bagi siswa untuk meningkatkan kepercayaan diri dalam menghadapi masalah-masalah khususnya pada mata pelajaran fisika.
c.       Sebagai bahan rujukan bagi peneliti dan peneliti selanjutnya yang ingin meneliti lebih lanjut variabel-variabel dalam penelitian ini.
F.     Tinjauan Pustaka
1.    Kepercayaan Diri
a.       Pengertian Kepercayaan Diri
Menurut Angelis (2000: 10) kepercayaan diri merupakan suatu keyakinan dalam jiwa manusia bahwa tantangan hidup apapun harus dihadapi dengan berbuat sesuatu. Kepercayaan diri itu lahir dari kesadaran bahwa jika memutuskan untuk melakukan sesuatu, sesuatu itu pula yang harus dilakukan. Kepercayaan diri itu akan datang dari kesadaran seorang individu bahwa individu tersebut memiliki tekad untuk melakukan apapun, sampai tujuan yang ia inginkan tercapai.
Sedangkan Luxori (2004: 4), menyatakan bahwa percaya diri adalah hasil dari percampuran antara pikiran dan perasaan yang melahirkan perasaan rela terhadap diri sendiri. Dengan memiliki kepercayaan diri, seseorang akan selalu merasa baik, rela dengan kondisi dirinya, akan berpikir bahwa dirinya adalah manusia yang berkualitas dalam berbagai bidang kehidupan, pekerjaan, kekeluargaan dan kemasyarakatan sehingga dengan sendirinya seseorang yang percaya diri akan selalu merasakan bahwa dirinya adalah sosok yang berguna dan memiliki kemampuan untuk bersosialisasi dan bekerja sama dengan masyarakat lainnya dalam berbagai bidang. Rasa percaya diri yang dimiliki seseorang akan mendorongnya untuk menyelesaikan setiap aktivitas dengan baik.
Rasa percaya diri merupakan salah satu kondisi psikologis seseorang yang berpengaruh terhadap aktivitas fisik dan mental dalam proses pembelajaran. Rasa percaya diri umumnya muncul ketika seseorang melakukan didalam suatu aktivitas tertentu dimana pikirannya terarah untuk mencapai sesuatu hasil yang diinginkan (Aunurrahman 2011, 184).
Kepercayaan diri merupakan faktor yang berhubungan dengan bagaimana lingkungan mengembangkan rasa percaya siswa. Perasaan percaya ini akan sangat menentukan seberapa jauh siswa memiliki kepercayaan terhadap orang lain mengenai hidupnya, kebutuhan-kebutuhannya dan perasaan-perasaannya, serta kepercayaan terhadap diri sendiri, terhadap kemampuan, tindakan dan masa depannya. Kepercayaan akan menjadi sumber pertama bagi pembentukan siswa. Bila siswa diasuh dan dididik dengan perasaan penuh kasih sayang dan mengembangkan relasi yang berlandaskan kepercayaan maka akan tumbuh pemahaman darinya bahwa ia dicintai dan dipercaya. Kondisi demikian pada gilirannya akan menjadi dasar bagi siswa ketika ia berkomunikasi dengan lingkungan sekitar secara bebas (Desmita 2009, 205-206).
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kepercayaan diri adalah kesadaran individu akan kekuatan dan kemampuan yang dimilikinya, meyakini adanya rasa percaya dalam dirinya, merasa puas terhadap dirinya baik yang bersifat batiniah maupun jasmaniah, dapat bertindak sesuai dengan kapasitasnya serta mampu mengendalikannya.
b.      Ciri-Ciri Kepercayaan Diri
Teori Lauster (dalam Diah Nuraeni 2010, 27) tentang kepercayaan diri mengemukakan ciri-ciri orang  yang percaya diri, yaitu:



1)        Percaya pada Kemampuan Sendiri
Yaitu  suatu  keyakinan   atas  diri sendiri terhadap  segala  fenomena    yang  terjadi yang berhubungan dengan kemampuan individu untuk mengevaluasi serta mengatasi fenomena yang terjadi tersebut.
2)      Bertindak Mandiri dalam Mengambil Keputusan
Yaitu  dapat  bertindak   dalam  mengambil     keputusan   terhadap   diri yang dilakukan  secara  mandiri  atau  tanpa  adanya   keterlibatan  orang  lain  dan mampu untuk meyakini tindakan yang diambil.
3)      Memiliki Rasa Positif terhadap Diri Sendiri
Yaitu  adanya   penilaian  yang  baik    dari dalam   diri  sendiri, baik  dari pandangan    maupun   tindakan    yang   dilakukan  yang   menimbulkan     rasa positif  terhadap diri dan masa depannya.
4)      Berani Mengungkapkan Pendapat
Adanya  suatu  sikap  untuk  mampu  mengutarakan  sesuatu  dalam  diri  yang ingin diungkapkan kepada orang lain tanpa adanya paksaan atau rasa yang dapat menghambat  pengungkapan tersebut.
2.    Kecemasan Komunikasi Interpersonal
Kecemasan dalam komunikasi dikenal sebagai comunication apprehension. Orang yang apprehension dalam komunikasi, akan menarik diri dari pergaulan, berusaha sekecil mungkin berkomunikasi dan akan hanya akan berbicara apabila terdesak saja. Bila kemudian ia terpaksa berkomunikasi, sering pembicaraannya tidak relevan sebab berbicara yang relevan tentu akan mengundang reaksi orang lain dan dia akan dituntun berbicara lagi (Jalaluddin Rakhmat 2011, 107).
a.       Pengertian Kecemasan Komunikasi Interpersonal
Menurut kowalski kecemasan adalah perasaan yang tidak menentu sekaligus tidak menyenangkan (John Santrock 2000, 238). Kecemasan adalah suatu pengenalan/pengakuan bahwa peristiwa-peristiwa yang dikonfrontasikan kepada individu terletak diluar daerah sistem konstruknya, seseorang akan mengalami kecemasan, mana kalau ia tidak memiliki konstruk atau kehilangan pengertian akan peristiwa-peristiwa yang dihadapinya (Syamsu Yusuf LN 2011, 173).
Kecemasan atau anxiety merupakan salah satu bentuk emosi individu yang berkenaan dengan adanya rasa terancam oleh sesuatu, biasanya dengan objek ancaman yang tidak begitu jelas. Kecemasan dengan intensitas yang wajar dapat dianggap memiliki nilai positif sebagai motivasi, tetapi apabila intensitasnya sangat kuat dan bersifat negatif justru malah akan menimbulkan kerugian dan dapat mengganggu terhadap keadaan fisik dan psikis individu yang bersangkutan (Yudhawati Ratna dan Dany Haryanto 2011, 150).
Istilah komunikasi  atau dalam bahasa inggris communication berasal dari kata latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama (Onong Uchjana 2009, 9).
Komunikasi adalah suatu proses atau penyampaian pesan (ide, gagasan) dari suatu pihak kepada pihak lain, agar terjadi saling mempengaruhi diantara keduanya (Farid Mashudi 2012, 103). Menurut Effendy Komunikasi merupakan proses pernyataan antar manusia, dimana yang dinyatakan itu adalah pikiran, perasaan seseorang kepada orang lain, dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya (Rosmawaty 2010, 14).
Komunikasi interprsonal adalah komunikasi antar orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap peserta menangkap reaksi yang lain secara langsung, baik secara verbal maupun non verbal (Enjang 2009, 68).
Menurut Joseph A. Devito komunikasi interpersonal adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika (Rosmawaty 2010, 71)
Pada hakikatnya komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara komunikator  dengan  komunikan. Komunikasi  ini  paling  efektif mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang. Komunikasi interpersonal bersifat dialogis.  Artinya  arus  balik  terjadi  langsung.  Komunikator  dapat mengetahui  tanggapan  komunikan  saat  itu  juga. Komunikator mengetahui secara pasti apakah komunikasinya positif, negatif, berhasil atau tidak. Jika tidak  berhasil  maka  komunikator  dapat  memberi  kesempatan  kepada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya.
Berdasarkan  beberapa pengertian  tentang  kecemasan  dan  komunikasi  interpersonal dapat  disimpulkan  bahwa  Kecemasan  Komunikasi  interpersonal  adalah suatu  keadaan  yang  tidak  menyenangkan  ketika  harus  melakukan komunikasi  interpersonal  dalam  kehidupan  individu  dan  menganggap bahwa  sesuatu  yang  buruk  akan  terjadi  yang  ditunjukkan  dengan  gejala fisik, gejala  perilaku dan gejala kognitif.
c.       Macam-Macam Kecemasan
Konsep-konsep  kecemasan  pada  umumnya  banyak  dipengaruhi  oleh teori  perkembangan  Sigmund  Freud.  Kecemasan  sebagai  suatu  tanda terhadap  adanya  keadaaan  yang  membahayakan.  Kecemasan  yang menggagnggu  tersebut  berusaha  dihilangkan  dengan  cara  penyesuaian  diri yang efektif. Reaksi-reaksi yang dilakukan  individu berbeda-beda. Manusia akan berusaha menghilangkan kecemasan dengan menggunakan mekanisme pertahanan  (Sumadi Suryabrata 2010, 139).
Sigmund  Freud mengemukakan  (dalam Sumadi Suryabrata 2010, 139) ada  tiga macam kecemasan, yaitu:

1)      Kecemasan Realitas
Dari  ketiga  macam  kecemasan  itu  yang  paling  pokok  adalah kecemasan atau ketakutan yang realistis, atau takut akan bahaya-bahaya di dunia  luar, kedua kecemasan yang  lain  ini diasalkan dari kecemasan yang realistis ini.
2)      Kecemasan Neorotis
Kecemasan neorotis adalah kecemasan kalau-kalau instink-instik tidak dapat dikendalikan dan menyebabkan orang berbuat sesuatau yang dapat  dihukum.  kecemasan  ini  sebenarnya mempunyai  dasar  di  dalam realitas, karena dunia sebagaimana diawali oleh orang  tua dan  lain-lain orang yang memegang kekuasaan itu menghukum anak yang melakukan tindakan impulsif.
3)      Kecemasan Moral
Kecemasan  ini akan dirasakan ketika ancaman datang dari  luar, dari  dunia  fisik, tetapi  dari  dunia  sosial  super  ego  yang  telah terinternalisasikan ke dalam diri kita. kecemasan moral  ini adalah kata lain dari rasa mal, rasa bersalah atau rasa takut mendapat sanksi.
Menurut Greenberg dan Padesky (dalam Diah Nuraeni 2010, 41) Simtom kecemasan sangat bervariasi dan berbeda untuk setiap individu. Simtom    kecemasan    dapat  mengganggu     kualitas  hidup  seseorang   karena dapat  mempengaruhi     kemampuan     seseorang  untuk   menjalankan    berbagai  aktivitas    Seseorang  yang mengalami  kecemasan  akan  mengalami  simtom-simtom seperti:
1)      Simtom Fisik
Gemetar,   keluar  banyak   keringat,  jantung  berdetak   kencang,   sulit bernafas,  pusing,  tangan    dingin,  mual,  panas  dingin,  kegugupan, pingsan atau merasa lemas, sering buang air kecil dan diare.
2)      Simtom Perilaku
Perilaku  menghindar,  perilaku  ketergantungan   atau  melekat,  perilaku terguncang dan meninggalkan situasi yang menimbulkan kecemasan.
3)      Simtom Kognitif
Khawatir  tentang  sesuatu, keyakinan  bahwa  sesuatu  yang  mengerikan akan  segera  terjadi  tanpa  ada  penjelasan  yang jelas,  merasa  terancam oleh  orang   atau  peristiwa,  kebingungan    atau  kekhawatiran    akan  ditinggal sendiri.
Dapat disimpulkan bahwasanya gejala kecemasan bisa ditandai dengan adanya   tiga simtom    yaitu simtom   fisik, simtom   perilaku,  dan  simtom kognitif.   
d.      Fungsi Komunikasi Interpersonal
Menurut  Enjang  (2009, 77-79)  Komunikasi  Interpersonal  memiliki  enam fungsi diantaranya: 
1)      Memenuhi kebutuhan sosial dan psikologis
Dengan  komunikasi  interpersonal,  kita  bisa  memenuhi  kebutuhan  sosial  atau  psikologis.  Para  psikologpun  menyarankan  bahwa  pada  dasarnya  kita  adalah  makhluk  sosial,  yaitu  orang  yang membutuhkan  orang  lain,  sebagaimana  halnya manusia membutuhkan makanan, minuman, perlindungan dan  sebagainya. Apabila kehilangan kontak  dengan  orang  lain,  kebanyakan  orang  akan  berhalusinasi, kehilangan  koordinasi  motorik,  dan  secara  umum  tidak  bisa menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungan sekitar
2)      Mengembangkan kesadaran diri
Melalui komunikasi interpersonal akan terbiasa mengembangkan kesadaran diri mengkonfirmasikan  tentang siapa dan apa diri kita. Apa yang  kita  pikirkan  tentang  diri  kita.  Namun  ada  yang  sebagian merupakan refleksi dari apa yang orang lain sebut tentang diri kita. 
3)      Matang dan konvensi sosial
Melalui  komunikasi  interpersonal  kita  tunduk  atau  menentang konvensi sosial. Kita berkomunikasi beramah-tamah dengan orang  lain dalam  rangka memenuhi konvensi  sosial. Mengabaikan orang  lain dan tidak  berbicara  berarti  menentang  konvensi  sosial  dan  menimbulkan kesan melalaikan orang lain.

4)      Konsistensi hubungan dengan orang lain
Melalui  komunikasi  interpersonal  kita  menetapkan  hubungan kita. kita berhubungan dengan orang lain, melalui pengalaman yang kita lalui  bersama  dengan  mereka  dan  melalui  percakapan–percakapan bersama mereka.  Ketika  kita  bertemu  dengan  seseorang  secara  terus-menerus,  sifat  dasar  komunikasinya akan menetapkan  tipe  dan  kualitas hubungan  kita.  jika  percekapan  mengenai  hal-hal  remeh,  itu  akan menjadi sekedar kenalan. Jika dalam percakapan itu ada perdebatan dan perang  mulut hubungan  akan  menjadi  tidak  sehat.  Jika  kita  memulai percakapan  tentang  perasaan  yang  mendalam,  berbagai  cerita  pribadi mendengarkan  orang  lain  dengan  empati  dan  pemahaman,  dan membicarakan persoalan yang berhubungan dengan kita, maka kita akan mengembangkan hubungan yang sehat, dekat dan lebih intim. 
5)      Mendapatkan informasi yang lebih banyak.
Melalui  komunikasi  interpersonal,  kita  juga  akan  memperoleh informasi yang lebih. informasi yang akurat dan tepat waktu merupakan kunci  untuk  membuat    keputusan  yang  efektif.  Jika  kita  bisa memperoleh sebagian informasi melalui observasi langsung, membaca, mendengarkan  dari  berbagai  media,  kita  bisa  memperoleh  banyak informasi yang  bisa  digunakan  untuk mengambil  keputusan  selama berbicara dengan orang lain.
6)      Bisa mempengaruhi atau dipengaruhi orang lain
Melalui  komunikasi  interpersonal  kita mempengaruhi  dan  atau dipengaruhi  oleh  orang  lain.  Jika  hasil  yang  diharapkan  menyangkut persetujuan dan kerjasama dengan orang lain, komunikasi interpersonal berfungsi  untuk  mempengaruhi  gagasan  dan  perilaku.  Kita  bisa menggunakan bentuk komunikasi  ini untuk mempengaruhi orang  lain, dan demikian pula sebaliknya. Seperti dinyatakan para ahli komunikasi  bahwa  tujuan  utama  usaha  komunikasi  adalah  untuk  mempengaruhi gagasan dari perilaku orang lain.
3.      Perilaku Belajar Siswa
Perilaku belajar yang terjadi pada para peserta didik dapat dikenal baik dalam proses maupun hasilnya. Proses belajar dapat terjadi apabila individu merasakan adanya kebutuhan dalam dirinya yang tidak dapat dipenuhi dengan cara-cara refleks atau kebiasaan (Syarifan Nurjan 2009, 20).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu yang terwujud dalam gerakan (sikap), tidak saja badan atau ucapan (Tim Penyusun Kamus 2001, 670). Perilaku merupakan gejala-gejala kepribadian. Di antaranya adalah, mengamati, menanggapi, mengingat, memikir, dan sebagainya.

Menurut Skinner belajar adalah suatu proses adaptasi  (penyesuaian tingkah laku) yang berlangsung secara progesif (Muhibbin Syah 2009, 64). Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto 2010, 2). Belajar adalah suatu proses perubahan, yaitu perubahan dalam perilaku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya  dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Syarifan Nurjan 2009, 2).
Dari beberapa pengertian belajar tersebut diatas, kata kunci dari belajar adalah perubahan perilaku. Dalam hal ini, Muhibbin Syah (2004, 116-118) mengemukakan ciri-ciri dari perubahan perilaku, yaitu :
a.       Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional).
Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya semakin bertambah atau keterampilannya semakin meningkat, dibandingkan sebelum dia mengikuti suatu proses belajar.
b.      Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu).
Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya merupakan kelanjutan dari pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya. Begitu juga, pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah diperoleh itu, akan menjadi dasar bagi pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan berikutnya.
c.       Perubahan yang fungsional.
Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa mendatang.
d.      Perubahan yang bersifat positif dan aktif
Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat positif dan aktif. Positif artinya baik, bermanfaat, serta sesuai dengan harapan. Hal ini juga bermakna bahwa perubahan tersebut senantiasa merupakan penambahan, yaitu diperolehnya sesuatu yang baru yang lebih baik dari pada apa yang telh ada sebelumnya. Perubahan aktif adalah tidak terjadi dengan sendirinya seperti karena proses kematangan.
Hasil perilaku belajar ditunjukan dengan adanya perubahan perilaku dalam keseluruhan pribadi belajar. Perilaku hasil belajar mencakup aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Perilaku belajar bersumber dari berbagai aspek perilaku lain baik yang bersifat internal maupun eksternal. Diantara aspek internal yang mesti dipahami adalah potensi, prestasi, kebutuhan, minat, sikap, pengalaman, kebiasaan, emosi, motivasi, kepribadian, perkembangan, keadaan fisik, dan cita-cita (Syarifan Nurjan 2009, 20).

4.      Bentuk-Bentuk Perilaku Belajar
Dalam mengubah perilaku, individu melakukan berbagai perbuatan mulai dari yang sederhana hingga yang kompleks, menurut Robert Gagne (dalam Syarifan Nurjan 2009, 20) bentuk perilaku tersebut adalah
a.       Mengenal tanda isyarat,
b.      Menghubungkan stimulasi dengan respon,
c.       Merangkaikan dua respon atau lebih,
d.      Asosiasi verbal, yaitu menghubungkan sebuah label kepada suatu  stimulasi,
e.       Diskriminasi, yaitu menghubungkan suatu respon yang berbeda   kepada stimulasi yang sama,
f.       Mengenal konsep, yaitu menempatkan beberapa stimulasi yang tidak sama dalam kelas yang sama,
g.      Mengenal prinsip, yaitu membuat hubungan anatara dua konsep atau lebih,
h.      Pemecahan masalah, yaitu menggunakan prinsip-prinsip untuk merancang suatu respon.
Menurut Muhibbin Syah (2009, 121-125) Manifestasi atau perwujudan perilaku belajar biasanya lebih sering tampak dalam perubahan-perubahan sebagai berikut.
a.       Manifestasi Kebiasaan
Menurut Burghardt, kebiasaan itu timbul karena proses penyusutan kecenderungan respons dengan menggunakan stimulasi yang berulang-ulang. Dalam proses belajar, pembiasaan juga meliputi pengurangan perilaku yang tidak diperlukan. Karena proses penyusutan/pengurangan inilah, muncul suatu pola bertingkah laku baru yang relatif menetap dan otomatis.
b.      Manifestasi Keterampilan
Ketrampilan adalah kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf  dan otot-otot yang lazimnya  tampak dalam kegiatan jasmaniah. Menurut Reber Keterampilan adalah kemampuan melakukan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi secara mulus dan sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu.
c.       Manifestasi Pengamatan
Pengamatan artinya proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera seperti mata dan telinga. Berkat pengalaman belajar seseorang akan mampu mencapai pengamatan yang benar obyektif sebelum mencapai pengertian. Pengamatan yang salah akan mengakibatkan timbulnya pengertian yang salah pula.
d.      Manifestasi Berpikir Asosisatif dan Daya Ingat
 Secara sederhana, berpikir asosiatif adalah berpikir dengan cara menegasosiasikan sesuatu dengan lainnya. Berpikir asosiatif itu merupakan proses pembentukan hubungan antara rangangan dengan respons. Dalam hal ini kemampuan seseorang untuk melakukan hubungan asosiatif yang benar amat dipengaruhi oleh tingkat pengertian atau pengetahuan yang diperoleh dari hasil belajar.
Di samping itu, daya ingat pun merupakan perwujudan belajar, sebab merupakan unsur pokok dalam berpikir asosiatif. Jadi, siswa yang telah mengalami proses belajar akan ditandai dengan bertambahnya simpanan materi (pengetahuan dan pengertian) dalam memori, serta meningkatnya kemampuan menghubungkan materi tersebut dengan situasi atau stimulus yang sedang ia hadapi.
e.       Manifesatasi Berpikir Rasional dan Kritis
Berpikir rasional dan kritis adalah perwujudan perilaku belajar terutama yang bertalian dengan pemecahan masalah. Pada umumnya siswa yang berpikir rasional akan menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan “bagaimana” (how) dan “mengapa” (why). Dalam berpikir rasional, siswa dituntut menggunakan logika (akal sehat) untuk menetukan sebab-akibat, menganalisis, menarik kesimpulan-kesimpulan, dan bahkan juga menciptakan hukum-hukum (kaidah teoritis) dan ramalan-ramalan. Dalam hal berpikir kritis, seseorang dituntut menggunakan strategi kognitif tertentu yang tepat untuk menguji keandalan gagasan pemecahan masalah dan mengatasi kesalahan atau
f.       Manifestasi Sikap
Sikap (atitude) adalah kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu. Dalam hal ini, perwujudan perilaku belajar seseorang akan ditandai dengan munculnya kecenderungan-kecenderungan baru yang telah berubah (lebih maju dan lugas) terhadap suatu obyek, tata nilai, peristiwa, dan sebagainya
g.      Manifestasi Apresiasi
Apresiasi adalah suatu pertimbangan mengenai arti penting atau nilai sesuatu. Dalam penerapannya apresiasi sering diartikan sebagai penghargaan atau penilaian terhadap benda-benda baik abstrak maupun konkret yang memiliki nilai luhur. Tingkat apresiasi seorang siswa terhadap nilai sebuah karya sangat bergantung pada tingkat pengalaman belajarnya.
h.      Manifestasi Tingkah Laku Afektif
Tingkah laku afektif adalah tingkah laku yang menyangkut keanekaragaman perasaan seperti takut, marah, sedih, gembira dan sebagainya. Tingkah laku ini tidak terlepas dari pengarug pengalaman belajar, oleh karenanyadapat dianggap sebagai perwujudan perilaku belajar.
G.    Metode Penelitian
Perlu kiranya penulis memberikan paparan tentang metode penelitian yang akan penulis gunakan, yaitu jenis penelitian, populasi dan sampel, instrumen penelitian, prosedur penelitian, dan tehnik analisis data.


1.      Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian deskriptif korelasional yang bertujuan untuk melihat bagaimana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi (Sumadi Suryabrata 2011, 82). Adapun model desain penelitian sebagai berikut.
X1
X2
Y
 




Keterangan:
X1  adalah kepercayaan Diri
X2  adalah kecemasan komunikasi interpersonal
Y   adalah Perilaku Belajar Siswa
2.      Populasi dan Sampel

Pada  setiap proses dalam penelitian tentu ada suatu sasaran atau objek yang ingin diteliti, ini sangat perlu agar informasi yang ingin kita teliti ataupun data yang diperlukan dalam pemecahan masalah serta pengujian hipotesis yang akan diajukan mendapatkan suatu pasangan artinya antara yang dibutuhkan atau objek ini ada. Ada dua objek atau sasaran yang akan digunakan dalam penelitian ini, objek tersebut adalah populasi dan sampel. 

 

a.       Populasi
Populasi adalah keseluruhan dari objek penelitian yang dapat berupa manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, nilai, sikap dsb, sehingga objek-objek ini dapat menjadi sumber data penelitian (Sofyan Siregar 2011, 145).
Berdasarkan uraian di atas dapatlah diketahui bahwa populasi merupakan keseluruhan objek yang menjadi sasaran penelitian. Dengan demikian, populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Siswa Kelas X MAN 2 Model Makassar yang berjumlah 290.
b.      Sampel
Sampel adalah sejumlah anggota yang diambil dari suatu populasi, besarnya sampel ditentukan oleh banyaknya data dalam sampel itu, oleh karena itu sampel dipilih harus mewakili populasi (Muhammad Arif Tiro 2000, 3). Penentuan besarnya sampel yang akan diteliti, penulis berpedoman pada pendapat yang dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto (2009, 95) bahwa, jika anggota subjek dalam populasi kurang dari 100 maka semua diambil sebagai sampel, akan tetapi apabila populasi lebih dari 100 maka sampel dapat diambil antara 10-15% atau 20-25%.
Mengingat jumlah populasi  dalam penelitian ini cukup besar yaitu sebanyak  290 siswa maka peneliti mengambil 20% untuk pengambilan sampelnya, jadi dalam penelitian ini menggunakan 58 siswa sebagai sampel penelitian dengan menggunakan tehnik random sampling atau sampel acak.
3.      Instrumen Penelitian
Menurut Suharsimi Arikunto (2009, 101) instrumen penelitian merupakan alat bantu yang dipilih dan dipergunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya.
Adapun instrumen penelitian yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah sebagai berikut.
a.       Skala
Skala merupakan sebuah instrumen pengumpul data yang bentuknya daftar cocok tetapi alternatif yang disediakan merupakan sesuatu yang berjenjang (Suharsimi Arikunto 2009, 105).  
Pada  penelitian  ini  peneliti  menggunakan  skala  likert, Menurut  Saifuddin Azwar  (2008, 139-140)  skala  likert  adalah  metode  penskalaan pernyataan  sikap  yang  menggunakan  distribusi  respon  sebagai  dasar penentuan  nilai  skalanya,  dalam skala ini  menggunakan  respon  yang  dikategorikan kedalam  empat  macam  kategori  jawaban sangat sesuai, sesuai, kurang sesuai, dan tidak sesuai. Skor jawaban skala likert dapat dilihat pada tabel dibawah ini.


Tabel. 1 Skor Jawaban Skala
Jawaban
Skor Jawaban Positif
Skor Jawaban Negatif
Sangat Sesuai (SS)
4
1
Sesuai (S)
3
2
Kurang Sesuai (KS)
2
3
Tidak Sesuai (TS)
1
4

Skala yang digunakan dalam penelitian ini ada tiga, yaitu skala kepercayaan diri, skala kecemasan  komunikasi  interpersonal dan skala perilaku belajar siswa.
1)      Skala Kepercayaan Diri
Skala  kepercayaan  diri    bertujuan  untuk mengetahui  ciri-ciri  kepercayaan diri seseorang yang disusun menurut Lautser (dalam Diah Nuraeni 2010, 73). Dalam skala kepercayaan diri ini telah digunakan dalam penelitian sebelumnya dengan nilai  uji koefesien terendah dipakai pada  skala  kepercayaan   diri adalah  0,304   dan  yang tertinggi adalah   0,600 dan nilai uji realibilitas sebesar 0,889.  Adapun komponennya sebagai berikut. 
a)      Percaya pada kemampuan diri sendiri
b)      Bertindak mandiri dalam mengambil keputusan 
c)      Memiliki rasa positif terhadap diri sendiri
d)     Berani mengungkapkan pendapat
Adapun uraian kisi-kisi skala kepercayaan diri dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel. 2 Skala Kepercayaan Diri
Komponen
Indikator
Nomor Item
Jumlah
Positif
Negatif
Percaya pada kemampuan diri sendiri
Keyakinan atas diri sendiri dalam mengevaluasi dan mengatasi masalah
1, 3, 5, 7, 9, 11
2, 4, 6, 8, 10, 12
12
Bertindak mandiri dalam mengambil keputusan
Dapat bertindak mandiri dalam mengambil keputusan tanpa bantuan orang lain
13, 15, 17, 19, 21, 23
14, 16, 18, 20, 22, 24
12
Mampu meyakini tindakan yang diambil
Memiliki rasa positif terhadap diri sendiri
Memiliki penilaian yang baik dalam diri sendiri
25, 27, 29, 31, 33, 35
26, 28, 30, 32, 34, 36
12
Memiliki dorongan berprestasi
Berani mengungkapkan pendapat
Mampu mengutarakan sesuatu dalam diri yang ingin diungkapkan kepada orang lain
37, 39, 41, 43, 45, 47
38, 40, 42, 44, 46, 48
12
Jumlah
24
24
48

2)      Skala Kecemasan Komunikasi Interpersonal
Skala  ini  disusun menurut Greenberg dan Padesky (dalam Diah Nuraeni 2010, 74) yang bertujuan  untuk  mengetahui  kecemasan komunikasi  interpersonal    yang  dialami  oleh  siswa. Dalam skala kecemasan komunikasi interpersonal ini telah digunakan dalam penelitian sebelumnya dengan nilai  koefisien  terendah   yang   dipakai  pada   skala  kecemasan  komunikasi  interpersonal  adalah  0,312  dan  yang  tertinggi  adalah 0,74 sedangkan nilai uji realibilitas sebesar 0,904. Adapun komponen skala kecemasan komunikasi interpersonal sebagai berikut.
a)      Simtom fisik
b)      Simtom perilaku
c)      Simtom kognitif
Adapun uraian kisi-kisi skala kecemasan komunikasi interpersonal dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel. 3 Skala Kecemasan Komunikasi Interpersonal
Komponen
Indikator
Nomor Item
Jumlah
Positif
Negatif
Simtom Fisik
Gemetar, panas dingin
1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 15, 17, 19
2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20
20
Pingsan atau merasa lemas
Keluar banyak keringat dan jantung berdetak kencang
Kegugupan
Simtom Perilaku
Perilaku menghindar (Meninggalkan  situasi yang       menimbulkan kecemasan)
21, 23, 25, 27, 29, 31, 33, 35, 37, 39
22, 24, 26, 28, 30, 32, 34, 36, 38, 40
20


Simtom Kognitif
Khawatir tentang sesuatu
41, 43, 45, 47, 49, 51, 53, 55, 57, 59
42, 44, 46, 48, 50, 52, 54, 56, 58, 60
20
Keyakinan bahwa sesuatu yang mengerikan akan segera terjadi
Kebingungan atau kekhawatiran akan ditinggal sendiri
Merasa terancam oleh orang atau peristiwa
Jumlah
30
30
60
3)      Skala Perilaku Belajar Siswa
Skala  ini  disusun berdasarkan pendapat dari Muhibbin Syah (2009, 121-125) yang bertujuan  untuk  mengetahui  perilaku belajar siswa. Adapun komponennya sebagai berikut.
a)      Kedisiplinan
b)      Kebiasaan
c)      Ketrampilan
d)     Keaktifan
e)      Tingkat kemampuan
Adapun uraian kisi-kisi skala perilaku belajar siswa dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel. 4 Skala Perilaku Belajar Siswa
Komponen
Indikator
Nomor Item
Jumlah
Positif
Negatif
Kedisiplinan

Belajar di rumah
1, 2,
3, 4
4
Mengerjakan tugas
Kebiasaan
Mengulangi materi
5, 6, 7
8, 9
5
Belajar kelompok
Ketrampilan
Mengerjakan soal-soal
10, 11 12,
13, 14, 15
6
Kegiatan praktikum
Keaktifan
Kerjasama
16, 17
18, 19
4
Diskusi
Tingkat kemampuan
Pengetahuan fisika
20, 21, 22,
23
4
Proses menerima materi
Jumlah
13
10
23

b.      Dokumentasi
Dokumentasi adalah cara mengumpulkan data dengan mempelajari dan mencatat bagian-bagian yang dianggap penting dari berbagai risalah resmi yang terdapat baik di lokasi penelitian maupun diinstasi lain yang ada pengaruhnya dengan lokasi penelitian (Buchari Alma 2009, 72).
Pada tehnik ini, peneliti dimungkinkan memperoleh informasi dari bermacam-macam sumber tertulis atau dokumen yang ada pada responden atau tempat (Sukardi 2008, 81).
Bentuk dokumentasi yang digunakan adalah berupa catatan-catatan resmi dan sumber sekunder, serta dokumen-dokumen ekspresif seperti biografi, surat-surat agenda dan lain-lain.
2.      Prosedur Penelitian
Adapun tahap-tahap prosedur pengumpulan data dalam penilitian adalah sebagai berikut.


a.       Tahap Persiapan
Yaitu tahap awal dalam memulai suatu kegiatan sebelum peneliti mengadakan penelitian langsung ke lapangan untuk mengumpulkan data, misalnya membuat, mengurus surat izin untuk mengadakan penelitian kepada pihak-pihak yang bersangkutan.
b.      Tahap Penyusunan
Tahap ini dilakukan dengan tujuan agar peneliti mengetahui permasalahan yang tejadi di lapangan sehingga mempermudah dalam pengumpulan data.
c.       Tahap Pelaksanaan.
Adapun cara yang dilakukan dalam tahap ini yaitu  dengan melakukan penelitian lapangan untuk mendapatkan data yang kongkrit dengan menggunakan instrumen penelitian serta dengan jalan membaca referensi/literature yang berkaitan dengan pembahasan ini baik dengan menggunakan kutipan langsung ataupun kutipan tidak langsung.
3.      Tehnik Analisis Data
Adapun tehnik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini  sebagai berikut.
a.       Analisis Deskriptif
yaitu tehnik analisis data yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Sugiyono 2011, 147).
Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis secara kuantitatif dengan membuat tabel distribusi frekuensi dengan langkah-langkah sebagai berikut.
1)      Rentang data
Rentang data dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.
R = xt - xr
        Keterangan: R = Rentang
xt        = Data terbesar dalam kelompok
xr        = Data terkecil dalam kelompok
2)      Jumlah kelas interval
                                                Jumlah kelas interval dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.
K =1 + 3,3 log n
Keterangan: K        = jumlah kelas interval
n         = jumlah data observasi
log      = logaritma
3)   Panjang kelas
Panjang kelas dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.
P =
Keterangan: P  = panjang kelas
R = Rentang
K = jumlah kelas interval
4)   Menghitung rata-rata
 
Keterangan:
  X  = nilai mentah yang dimiliki subjek
  N  = banyaknya subjek yang memiliki nilai
5)   Standar deviasi
S = (Anas Sudijono 2006,43)
b.       Analisis Inverensial
Yaitu menguji korelasi antara variabel yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian yang diajukan yaitu hubungan koefisien korelasi (r) antara kepercayaan diri dan kecemasan komunikasi interpersonal (variable X) dengan perilaku belajar siswa pada mata pelajaran fisika (variable Y) dengan menggunakan rumus korelasi product moment sebagai berikut.
rxy=   
(Saifuddin Azwar  2008, 100).   
               Keterangan:
X dan Y =  skor masing-masing skala
N            = Banyaknya subjek
Pedoman untuk memberikan penafsiran terhadap koefisien korelasi dapat digunakan pedoman dalam tabel dibawah ini:
Tabel. 5 Pedoman Penafsiran Koefesien Korelasi
Interval Koefisien
Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199
Sangat Rendah
0,20 – 0,399
Rendah
0,40 – 0,599
Sedang
0,60 – 0,799
Kuat
0,80 – 1,000
Sangat Kuat
 (Sugiyono  2012, 184).
Dan untuk menggambarkan korelasi yang menunjukkan dua variabel atau lebih digunakan multiple corelation (korelasi berganda) dengan rumus sebagai berikut:
(Sugiyono 2012, 191).

Keterangan :
Ryx1x2  =  Korelasi antara variabel X1 dengan variabel X2  secara       bersama-sama dengan variabel Y
Ryx1       = Korelasi produk moment antara X1 dengan Y
Ryx2       = Korelasi produk moment antara X2 dengan Y
Rx1x2      = Korelasi produk moment antara X1 dengan X2



H.    Garis Besar Isi
Untuk memperoleh gambaran singkat dari keseluruhan skripsi ini terdiri dari lima bab yang tersusun secara sistematis yang meliputi pokok bahasan, penulis akan menguraikan kedalam bentuk garis besar isi skripsi sebagai berikut:
Bab pertama, menyajikan bab pendahuluan yang isinya gambaran umum isi skripsi, sekaligus sebagai pengantar untuk memasuki pembahasan latar belakang masalah sebagai landasan berfikir untuk merumuskan masalah yang diangkat. Dalam bab ini juga dikemukakan rumusan masalah, hipotesis, defenisi operasional, tujuan penelitian dan kegunaan penelitian serta garis besar isi skripsi.
Bab kedua, berisi tinjauan pustaka yang membahas tentang kepercayaan diri dan kecemasan komunikasi interpersonal  dengan perilaku belajar siswa pada mata pelajaran fisika.
Bab ketiga, berisi tentang metode penelitian yang mencakup tentang jenis penelitian, populasi dan sampel, instrumen penelitian prosedur pengumpulan data dan tehnik analisis data.
Bab keempat, berisi tentang pembahasan hasil-hasil penelitian.
Bab kelima, adalah penutup yang mengemukakan kesimpulan dari beberapa uraian terdahulu dengan diakhiri saran-saran penelitian.



I.       Daftar Pustaka
Alma, Buchari.  Metode & Teknik Menyusun Proposal Penelitian; Bandung: Alfabeta, 2009.
Arikunto, Suharsimi. Manajemen Penelitian; Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
Aunurrahman. Belajar dan Pembelajaran; Bandung: Alfabeta, 2010.
Azwar, Saifuddin. Penyusunan Skala Psikologi; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008
Desmita. Psikologi Perkembangan Peserta Didik; Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011.
Effendy, Onong Uchjana. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek; Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 2009.
Enjang. Komunikasi Konseling, Bandung: Nuansa, 2009.
Mashudi, Farid. Psikologi Konseling. Jogjakarta; Ircisod: 2012.
Nazir, Moh. Metode Penelitian; Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003.
Nuraeni, Diah. Hubungan Antara Kepercayaan Diri Dengan  Kecemasan Komunikasi Interpersonal Pada Siswa      Kelas Vii & Viii  di SLTPN I Lumbang Pasuruan; Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim, 2010.
Nurjan, Syarifan dkk. Psikologi Belajar; Surabaya: Amanah Pustaka, 2009.
Rakhmat, Jalaluddin. Psikologi Komunikasi; Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011.
Rosmawaty. Mengenal Ilmu Komunikasi; Jakarta: Widya Padjajaran, 2010.
Santrock, John W. Psikologi Pendidikan. Edisi kedua; Jakarta: Kencana, 2010.
Siregar, Sofyan. Statistik Deskriptif untuk Penelitian; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,  2011.
Slameto. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya; Jakarta: Rineka Cipta, 2010.
Sudijono, Anas. Pengantar Statistik Pendidikan; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006.
Sudjana, Nana & Ibrahim. Penelitian dan Penilaian Pendidikan; Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2009.
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan R&D;  Bandung: Alfabeta, 2012.
Sukardi. Metodologi Penelitian Pendidikan. Kompetensi dan Praktiknya;  Yogyakarta: Bumi Aksara, 2008.
Sukmadinata, Nana syaodih. Landasan Psikologi Proses Pendidikan; Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009.
Suryabrata, Sumadi,  Metodologi Penelitian. Jakarta; Rajawali Pers: 2011
Suryabrata, Sumadi. Psikologi Kepribadian. Jakarta; Rajawali Pers: 2010.
Syah, Muhibbin. Psikologi Belajar. Jakarta; Rajawali Pers: 2009.
Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung; PT Remaja Rosdakarya: 2004.
Tim Penyusun Kamus. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Balai Pustaka. 1990.
Tiro Muhammad Arif. Dasar-Dasar Statistika; Makassar: Universitas Negeri Makassar, 2000.
Undang-undang Sisdiknas. Sistem Pendidikan Nasional; Jakatra:  Sinar Grafika, 2011.
Yudhawati, Ratna & Dani Haryanto. Teori-Teori Dasar Psikologi Pendidikan; Jakarta: Prestasi Pustaka, 2011.
Yusuf, Syamsu LN & Juntika Nurihsan. Teori Kepribadian; Bandung:  PT Remaja Rosdakarya, 2011.












KERANGKA ISI (OUTLINE)
BAB I PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang
B.       Rumusan Masalah
C.       Hipotesis Penelitian
D.       Definisi Operasional Variabel
E.        Tujuan dan Manfaat Penelitian
F.        Garis Besar Isi Skripsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.       Kepercayaan Diri
B.       Kecemasan Komunikasi  Interpersonal
C.       Perilaku Belajar Siswa

BAB III METODE PENELITIAN
A.       Jenis Penelitian
B.       Populasi dan Sampel
C.       Instrumen Penelitian
D.       Prosedur Penelitian
E.        Tehnik Analisis Data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.       Tingkat Kepercayaan Diri Siswa pada Mata Pelajaran Fisika Kelas X MAN 2 Model Makassar
B.       Tingkat Kecemasan Komunikasi Interpersonal Siswa pada Mata Pelajaran Fisika Kelas X MAN 2 Model Makassar
C.       Hubungan Antara Kepercayaan diri dan kecemasan Komunikasi Interpersonal dengan Perilaku Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Fisika Kelas X MAN 2 Model Makassar.

BAB V PENUTUP
A.       Kesimpulan
B.       Saran

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Tidak ada komentar:

Posting Komentar