DRAFT SKRIPSI
NAMA : Abdul Majid
NIM : 20404109003
JURUSAN : Pendidikan Fisika
FAKULTAS : Tarbiyah Dan Keguruan
JUDUL
: Hubungan antara
Kepercayaan Diri dan Kecemasan Komunikasi Interpersonal dengan Perilaku Belajar
Siswa pada Mata Pelajaran Fisika Kelas X
MAN 2 Model Makassar
A.
Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat
penting dalam kehidupan manusia. Dengan pendidikan, manusia dapat mengembangkan
segala potensi yang ada dalam dirinya. Pendidikan juga bisa diartikan sebagai
kegiatan yang dilakukan oleh manusia secara teratur, dengan tujuan untuk
mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya dan merubah perilakunya kearah yang lebih baik.
Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dijelaskan bahwa :
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan Negara (Undang-undang
Sisdiknas: Sistem Pendidikan Nasional 2011,
3).
Berdasarkan pengertian tentang pendidikan di atas, maka
dapat dikatakan bahwa fungsi pendidikan adalah untuk menyiapkan peserta didik
melalui upaya bimbingan dalam usaha menciptakan manusia yang berkualitas.
Strategi pelaksanaan
pendidikan dilakukan dalam bentuk kegiatan bimbingan dan pengajaran. Bimbingan pada hakikatnya
adalah pemberian bantuan arahan, motivasi, nasehat dan penyuluhan agar siswa mampu
mengatasi, memecahkan masalah dan menanggulangi kesulitannya sendiri.
Pengajaran merupakan bentuk kegiatan yang didalamnya terjalin hubungan
interaksi dalam proses belajar antara tenaga kependidikan dan peserta didik
untuk mengembangkan perilaku sesuai dengan tujuan pendidikan.
Proses
belajar yang terjadi pada peserta didik merupakan sesuatu yang sangat penting karena melalui belajar seorang individu mengenal
dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dengan belajar, seseorang juga bisa memperoleh pengetahuan baru dari orang-orang yang lebih
berpendidikan dibandingkan dengan dirinya.
Dalam aktivitas kehidupan
manusia sehari-hari hampir tidak pernah terlepas dari kegiatan belajar, baik
ketika seseorang melaksanakan aktivitas sendiri, maupun dalam suatu kelompok tertentu. Belajar merupakan
kegiatan penting setiap orang, termasuk belajar didalamnya belajar bagaimana
seharusnya belajar (Aunurrahman 2011, 33).
Banyaknya siswa menghadapi persoalan dengan mata pelajaran
disebabkan mata pelajaran yang menuntut waktu dan pikiran yang banyak. Sebagian mata pelajaran yang dianggap
menimbulkan masalah ialah ilmu pasti dan pengetahuan alam, seperti
fisika, matematika, biologi dan kimia. Hal ini disebabkan adanya persepsi siswa
yang menganggap mata pelajaran tersebut memiliki tingkat kesulitan karena
banyak istilah-istilah dan rumus-rumus yang harus dikuasai, oleh karena itu,
siswa tidak berminat mempelajari mata pelajaran dimaksud, hal ini
berimplikasi pada perubahan perilaku
belajar yang dialami oleh siswa. Selain
faktor kesulitan tersebut ada juga faktor lain yang ikut mempengaruhi
perilaku belajar siswa yaitu kepercayaan
diri pada siswa dan kecemasan komunikasi interpersonal.
Perilaku belajar yang
terjadi pada peserta didik dapat dikenal baik dalam proses maupun hasilnya.
Proses belajar dapat terjadi apabila individu merasakan adanya kebutuhan dalam
dirinya yang tidak dapat dipenuhi dengan cara-cara yang refleks atau kebiasaan.
Hasil perilaku belajar ditunjukan adanya perubahan perilaku dalam keseluruhan
pribadi belajar, perilaku hasil belajar mencakup aspek-aspek kognitif, afektif
dan psikomotorik (Syarifan Nurjan 2009, 20).
Perilaku belajar siswa
yang terjadi di MAN 2 Model Makassar menunjukan bahwa belum terjadi perubahan
perilaku yang berhubungan dengan ketiga aspek diatas, sehingga membuat siswa
kurang percaya diri terhadap apa yang dilakukannya.
Rasa percaya diri biasanya disebabkan karena individu tersebut kurang mendidik diri sendiri dan hanya
menunggu orang melakukan sesuatu
kepada dirinya. Percaya diri
sangat bermanfaat dalam setiap keadaan,
percaya diri juga menyatakan seseorang
bertanggung jawab atas pekerjaannya, karena
semakin individu kehilangan suatu kepercayaan diri, maka akan semakin sulit
untuk memutuskan yang terbaik apa yang
harus dilakukan pada dirinya. Sikap percaya diri dapat dibentuk dengan belajar terus, tidak takut untuk berbuat salah dan menerapkan pengetahuan yang sudah dipelajari.
Setiap orang mempunyai
kepercayaan, sikap, perasaan dan cita-cita akan dirinya, apakah sikap, perasaan itu tepat atau tidak, realistis atau
tidak. Seseorang yang memiliki rasa kepercayaan lebih akan dirinya, akan
mencita-citakan sesuatu yang jauh diatas kemampuannya, sehingga kemungkinan
mendapatkan kegagalan besar sekali, orang-orang yang mempunyai kepercayaan
lebih juga akan menilai rendah kepada orang lain. Sebaliknya orang yang kurang
percaya diri akan banyak diliputi keraguan, ketidakberanian untuk bertindak dan
rasa rendah diri (Nana Syaodih Sukmadinata 2009, 139-140).
Kepercayaan diri merupakan
faktor yang berhubungan dengan bagaimana lingkungan mengembangkan rasa percaya
siswa. Perasaan percaya ini akan sangat menentukan seberapa jauh siswa memiliki
kepercayaan terhadap orang lain mengenai hidupnya, kebutuhan-kebutuhannya dan
perasaan-perasaannya, serta kepercayaan terhadap diri sendiri, terhadap
kemampuan, tindakan dan masa depannya. Kepercayaan akan menjadi sumber pertama
bagi pembentukan siswa. Bila siswa diasuh dan dididik dengan perasaan penuh
kasih sayang dan mengembangkan relasi yang berlandaskan kepercayaan, maka akan
tumbuh pemahaman darinya bahwa ia dicintai dan dipercaya. Kondisi demikian pada
gilirannya akan menjadi dasar bagi siswa ketika ia berkomunikasi dengan
lingkungan sekitar secara bebas (Desmita 2009, 205-206).
Joseph A.
Devito membagi komunikasi
atas empat macam, yakni
komunikasi antarpribadi, komunikasi
kelompok kecil, komunikasi publik
dan komunikasi massa (Onong Uchjana Effendy 2009, 6). Dari keempat
tipe komunikasi tersebut
yang akan dibicarakan
dalam penelitian ini adalah tipe komunikasi antarpribadi (Interpersonal
communication).
Menurut John W. Santrock (2010, 529) kecemasan adalah
perasaan takut dan kegundahan yang tidak jelas dan tidak menyenangkan.
Menurut Syamsu Yusuf LN (2011, 173)
cemas adalah suatu pengenalan/pengakuan bahwa peristiwa-peristiwa yang
dikonfrontasikan kepada individu terletak didaerah sistem konstruk.
Kecemasan dalam komunikasi
dikenal sebagai comunication apprehension. Orang yang apprehension
dalam komunikasi, akan menarik diri dari pergaulan, berusaha sekecil mungkin
berkomunikasi, dan akan hanya akan berbicara apabila terdesak saja. Bila
kemudian ia terpaksa berkomunikasi, sering pembicaraannya tidak relevan, sebab
berbicara yang relevan tentu akan mengundang reaksi orang lain, dan dia akan
dituntun berbicara lagi (Jalaluddin Rakhmat 2011, 107).
Berdasarkan hasil
observasi yang peneliti lakukan di tempat penelitian terlihat bahwa tidak ada intensitas
siswa untuk melakukan komunikasi, hal ini disebabkan ketidakmampuan siswa memahami
materi pelajaran, disamping itu juga kurangnya metode mengajar yang dilakukan
oleh guru sehingga siswa sulit untuk melakukan komunikasi dengan baik kepada
guru maupun siswa yang lain. Dari hasil observasi tersebut memperkuat alasan
peneliti untuk menjadikan sebagai objek yang layak untuk diteliti, mengingat
proses belajar mengajar tidak dilakukan secara maksimal.
Dengan demikian, peneliti
ingin meneliti lebih lanjut mengenai hubungan
antara kepercayaan diri dan kecemasan komunikasi interpersonal
dengan perilaku belajar siswa pada mata pelajaran fisika kelas
X MAN 2 Model Makassar”.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi
masalah pokok adalah bagaimana hubungan antara kepercayaan diri dan kecemasan
komunikasi interpersonal dengan perilaku belajar siswa pada mata pelajaran
fisika kelas X MAN 2 Model Makassar. Masalah pokok tersebut diuraikan pada sub
masalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana kepercayaan diri
siswa pada mata pelajaran fisika kelas X MAN 2 Model Makassar?
2.
Bagaimana kecemasan
komunikasi interpersonal siswa pada mata pelajaran fisika kelas X MAN 2 Model Makassar?
3.
Bagaimana perilaku belajar
siswa pada mata pelajaran fisika kelas X
MAN 2 Model Makassar?
4.
Apakah terdapat hubungan
antara kepercayaan diri dan kecemasan komunikasi interpersonal dengan perilaku
belajar siswa pada mata pelajaran fisika Kelas X MAN 2 Model Makassar?
C.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah suatu jawaban atau dugaan sementara yang
harus diuji kebenarannya (Sofyan Siregar 2011, 152). Sedangkan menurut Sugiyono
(2010, 96) memberikan pengertian
hipotesis merupakan jawaban
sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah
penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Sama halnya dengan
Moh Nazir (2003, 151) mendefinisikan hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian, yang kebenarannya
harus diuji secara empiris.
Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah “terdapat hubungan yang signifikan antara
kepercayaan diri dan kecemasan komunikasi interpersonal dengan perilaku belajar
siswa pada mata pelajaran fisika siswa kelas X MAN 2 Model Makassar”.
D. Definisi Operasional Variabel
Untuk
menghindari penafsiran yang keliru dalam memahami maksud dari penelitian ini,
peneliti mengemukakan batasan definisi operasional variabel yang dianggap perlu
sebagai berikut:
1.
Variabel
X1 : Kepercayaan Diri
Kepercayaan diri adalah suatu
sikap atau perasaan yakin atas kemampuan sendiri sehingga individu yang
bersangkutan tidak akan cemas dalam setiap tindakan, dapat bebas melakukan
hal-hal yang disukai dan bertanggung jawab atas segala perbuatan yang dilakukan.
Dengan demikian ciri-ciri percaya pada kemampuan diri sendiri, bertindak
mandiri dalam mengambil keputusan, memiliki rasa positif terhadap diri sendiri,
dan berani mengungkapkan pendapat.
2.
Variabel
X2 : Kecemasan Komunikasi Interpersonal
Kecemasan
adalah perasaan takut dan kegundahan yang tidak jelas dan tidak
menyenangkan. Sedangkan komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara dua
orang atau lebih secara dialogis sambil saling menatap sehingga terjadi kontak
pribadi.
Sehingga
dapat disimpulkan bahwa Kecemasan komuniksi interpersonal adalah suatu keadaan
yang tidak menyenangkan ketika harus melakukan komunikasi interpersonal dalam
kehidupan individu dan menganggap bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi yang
ditunjukan dengan gejalan fisik, gejala perilaku dan gejala kognitif.
3.
Variabel
Y : Perilaku Belajar Siswa
Perilaku belajar merupakan
aktifitas yang ada pada peserta didik sebagai akibat dari adanya stimulus atau
rangsangan dalam diri siswa sehingga menyebabkan terjadinya perubahan pada
diri.
E.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
a. Untuk mengetahui kepercayaan diri siswa
pada mata pelajaran fisika kelas X MAN 2 Model Makassar.
b. Untuk mengetahui kecemasan komunikasi interpersonal siswa pada mata
pelajaran fisika kelas X MAN 2 Model Makassar.
c. Untuk mengetahui perilaku belajar siswa pada mata pelajaran fisika kelas X
MAN 2 Model Makassar
d. Untuk mengetahui ada hubungan antara kepercayaan diri dan kecemasan
komunikasi interpersonal dengan perilaku belajar Siswa pada mata pelajaran
fisika kelas X MAN 2 Model Makassar.
2.
Manfaat
Penelitian
Hasil penelitian diharapkan memberi manfaat sebagai
berikut:
a.
Sebagai bahan masukan
bagi guru untuk memperhatikan tingkat kepercayaan diri siswa terutama pada mata
pelajaran fisika.
b.
Sebagai bahan masukan bagi
siswa untuk meningkatkan kepercayaan diri dalam menghadapi masalah-masalah
khususnya pada mata pelajaran fisika.
c.
Sebagai
bahan
rujukan bagi peneliti
dan peneliti selanjutnya
yang ingin meneliti lebih lanjut variabel-variabel dalam penelitian ini.
F.
Tinjauan Pustaka
1. Kepercayaan Diri
a.
Pengertian Kepercayaan
Diri
Menurut Angelis (2000: 10) kepercayaan diri
merupakan suatu keyakinan dalam jiwa manusia bahwa tantangan hidup apapun harus
dihadapi dengan berbuat sesuatu. Kepercayaan diri itu lahir dari kesadaran
bahwa jika memutuskan untuk melakukan sesuatu, sesuatu itu pula yang harus
dilakukan. Kepercayaan diri itu akan datang dari kesadaran seorang individu
bahwa individu tersebut memiliki tekad untuk melakukan apapun, sampai tujuan
yang ia inginkan tercapai.
Sedangkan Luxori (2004: 4), menyatakan bahwa percaya diri adalah hasil dari percampuran
antara pikiran dan perasaan yang melahirkan perasaan rela terhadap diri
sendiri. Dengan memiliki kepercayaan diri, seseorang akan selalu merasa baik,
rela dengan kondisi dirinya, akan berpikir bahwa dirinya adalah manusia yang
berkualitas dalam berbagai bidang kehidupan, pekerjaan, kekeluargaan dan kemasyarakatan sehingga dengan sendirinya
seseorang yang percaya diri akan selalu merasakan bahwa dirinya adalah sosok
yang berguna dan memiliki kemampuan untuk bersosialisasi dan bekerja sama
dengan masyarakat lainnya dalam berbagai bidang. Rasa percaya diri yang
dimiliki seseorang akan mendorongnya untuk menyelesaikan setiap aktivitas
dengan baik.
Rasa percaya diri
merupakan salah satu kondisi psikologis seseorang yang berpengaruh terhadap
aktivitas fisik dan mental dalam proses pembelajaran. Rasa percaya diri umumnya
muncul ketika seseorang melakukan didalam suatu aktivitas tertentu dimana
pikirannya terarah untuk mencapai sesuatu hasil yang diinginkan (Aunurrahman
2011, 184).
Kepercayaan diri merupakan
faktor yang berhubungan dengan bagaimana lingkungan mengembangkan rasa percaya
siswa. Perasaan percaya ini akan sangat menentukan seberapa jauh siswa memiliki
kepercayaan terhadap orang lain mengenai hidupnya, kebutuhan-kebutuhannya dan
perasaan-perasaannya, serta kepercayaan terhadap diri sendiri, terhadap
kemampuan, tindakan dan masa depannya. Kepercayaan akan menjadi sumber pertama
bagi pembentukan siswa. Bila siswa diasuh dan dididik dengan perasaan penuh
kasih sayang dan mengembangkan relasi yang berlandaskan kepercayaan maka akan
tumbuh pemahaman darinya bahwa ia dicintai dan dipercaya. Kondisi demikian pada
gilirannya akan menjadi dasar bagi siswa ketika ia berkomunikasi dengan
lingkungan sekitar secara bebas (Desmita 2009, 205-206).
Berdasarkan beberapa
pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kepercayaan diri adalah
kesadaran individu akan kekuatan dan kemampuan yang dimilikinya, meyakini
adanya rasa percaya dalam dirinya, merasa puas terhadap dirinya baik yang
bersifat batiniah maupun jasmaniah, dapat bertindak sesuai dengan kapasitasnya
serta mampu mengendalikannya.
b.
Ciri-Ciri Kepercayaan Diri
Teori
Lauster (dalam Diah Nuraeni 2010, 27) tentang kepercayaan diri mengemukakan
ciri-ciri orang yang percaya diri,
yaitu:
1)
Percaya pada Kemampuan Sendiri
Yaitu suatu
keyakinan atas diri sendiri terhadap segala
fenomena yang terjadi yang berhubungan dengan kemampuan
individu untuk mengevaluasi serta mengatasi fenomena yang terjadi tersebut.
2) Bertindak Mandiri dalam Mengambil Keputusan
Yaitu dapat bertindak
dalam mengambil keputusan
terhadap diri yang
dilakukan secara mandiri
atau tanpa adanya
keterlibatan orang lain
dan mampu untuk meyakini tindakan yang diambil.
3) Memiliki Rasa Positif terhadap Diri Sendiri
Yaitu adanya penilaian
yang baik dari dalam
diri sendiri, baik dari pandangan maupun
tindakan yang dilakukan
yang menimbulkan rasa positif terhadap diri dan masa depannya.
4) Berani Mengungkapkan Pendapat
Adanya suatu sikap
untuk mampu mengutarakan
sesuatu dalam diri
yang ingin diungkapkan kepada orang lain tanpa adanya paksaan atau rasa
yang dapat menghambat pengungkapan
tersebut.
2. Kecemasan Komunikasi Interpersonal
Kecemasan dalam komunikasi dikenal sebagai comunication
apprehension. Orang yang apprehension dalam komunikasi, akan menarik
diri dari pergaulan, berusaha sekecil mungkin berkomunikasi dan akan hanya akan
berbicara apabila terdesak saja. Bila kemudian ia terpaksa berkomunikasi, sering
pembicaraannya tidak relevan sebab berbicara yang relevan tentu akan mengundang
reaksi orang lain dan dia akan dituntun berbicara lagi (Jalaluddin Rakhmat 2011,
107).
a.
Pengertian Kecemasan Komunikasi
Interpersonal
Menurut kowalski kecemasan
adalah perasaan yang tidak menentu sekaligus tidak menyenangkan (John Santrock
2000, 238). Kecemasan adalah suatu pengenalan/pengakuan bahwa
peristiwa-peristiwa yang dikonfrontasikan kepada individu terletak diluar
daerah sistem konstruknya, seseorang akan mengalami kecemasan, mana kalau ia
tidak memiliki konstruk atau kehilangan pengertian akan peristiwa-peristiwa
yang dihadapinya (Syamsu Yusuf LN 2011, 173).
Kecemasan atau anxiety merupakan salah satu
bentuk emosi individu yang berkenaan dengan adanya rasa terancam oleh sesuatu,
biasanya dengan objek ancaman yang tidak begitu jelas. Kecemasan dengan
intensitas yang wajar dapat dianggap memiliki nilai positif sebagai motivasi,
tetapi apabila intensitasnya sangat kuat dan bersifat negatif justru malah akan
menimbulkan kerugian dan dapat mengganggu terhadap keadaan fisik dan psikis
individu yang bersangkutan (Yudhawati Ratna dan Dany
Haryanto 2011, 150).
Istilah komunikasi atau dalam bahasa inggris communication
berasal dari kata latin communicatio, dan bersumber dari kata communis
yang berarti sama (Onong Uchjana 2009, 9).
Komunikasi adalah suatu
proses atau penyampaian pesan (ide, gagasan) dari suatu pihak kepada pihak
lain, agar terjadi saling mempengaruhi diantara keduanya (Farid Mashudi 2012,
103). Menurut Effendy Komunikasi merupakan proses pernyataan antar manusia,
dimana yang dinyatakan itu adalah pikiran, perasaan seseorang kepada orang
lain, dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya (Rosmawaty 2010, 14).
Komunikasi interprsonal
adalah komunikasi antar orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap
peserta menangkap reaksi yang lain secara langsung, baik secara verbal maupun
non verbal (Enjang 2009, 68).
Menurut Joseph A. Devito
komunikasi interpersonal adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan
antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa
efek dan beberapa umpan balik seketika (Rosmawaty 2010, 71)
Pada hakikatnya komunikasi
interpersonal adalah komunikasi antara komunikator dengan
komunikan. Komunikasi ini paling
efektif mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang. Komunikasi
interpersonal bersifat dialogis.
Artinya arus balik
terjadi langsung. Komunikator
dapat mengetahui tanggapan komunikan saat
itu juga. Komunikator mengetahui
secara pasti apakah komunikasinya positif, negatif, berhasil atau tidak. Jika
tidak berhasil maka
komunikator dapat memberi
kesempatan kepada komunikan untuk
bertanya seluas-luasnya.
Berdasarkan beberapa pengertian tentang
kecemasan dan komunikasi
interpersonal dapat
disimpulkan bahwa Kecemasan
Komunikasi interpersonal adalah suatu
keadaan yang tidak
menyenangkan ketika harus
melakukan komunikasi
interpersonal dalam kehidupan
individu dan menganggap bahwa sesuatu
yang buruk akan
terjadi yang ditunjukkan
dengan gejala fisik, gejala perilaku dan gejala kognitif.
c. Macam-Macam Kecemasan
Konsep-konsep kecemasan
pada umumnya banyak
dipengaruhi oleh teori perkembangan
Sigmund Freud. Kecemasan
sebagai suatu tanda terhadap adanya
keadaaan yang membahayakan.
Kecemasan yang menggagnggu tersebut
berusaha dihilangkan dengan
cara penyesuaian diri yang efektif. Reaksi-reaksi yang
dilakukan individu berbeda-beda. Manusia
akan berusaha menghilangkan kecemasan dengan menggunakan mekanisme
pertahanan (Sumadi Suryabrata 2010, 139).
Sigmund Freud mengemukakan (dalam Sumadi Suryabrata 2010, 139) ada tiga macam kecemasan, yaitu:
1) Kecemasan Realitas
Dari ketiga
macam kecemasan itu
yang paling pokok
adalah kecemasan atau ketakutan yang realistis, atau takut akan
bahaya-bahaya di dunia luar, kedua
kecemasan yang lain ini diasalkan dari kecemasan yang realistis ini.
2) Kecemasan Neorotis
Kecemasan neorotis adalah
kecemasan kalau-kalau instink-instik tidak dapat dikendalikan dan menyebabkan
orang berbuat sesuatau yang dapat
dihukum. kecemasan ini
sebenarnya mempunyai dasar di
dalam realitas, karena dunia sebagaimana diawali oleh orang tua dan
lain-lain orang yang memegang kekuasaan itu menghukum anak yang
melakukan tindakan impulsif.
3) Kecemasan Moral
Kecemasan ini akan dirasakan ketika ancaman datang
dari luar, dari dunia
fisik, tetapi dari dunia
sosial super ego
yang telah terinternalisasikan ke
dalam diri kita. kecemasan moral ini
adalah kata lain dari rasa mal, rasa bersalah atau rasa takut mendapat sanksi.
Menurut Greenberg dan Padesky
(dalam Diah Nuraeni 2010, 41) Simtom kecemasan sangat bervariasi dan berbeda
untuk setiap individu. Simtom
kecemasan dapat mengganggu
kualitas hidup seseorang
karena dapat mempengaruhi kemampuan
seseorang untuk menjalankan berbagai
aktivitas Seseorang yang mengalami kecemasan
akan mengalami simtom-simtom seperti:
1)
Simtom Fisik
Gemetar, keluar
banyak keringat, jantung
berdetak kencang, sulit bernafas, pusing,
tangan dingin, mual,
panas dingin, kegugupan, pingsan atau merasa lemas, sering
buang air kecil dan diare.
2)
Simtom Perilaku
Perilaku menghindar,
perilaku ketergantungan atau
melekat, perilaku terguncang dan
meninggalkan situasi yang menimbulkan kecemasan.
3)
Simtom Kognitif
Khawatir tentang
sesuatu, keyakinan bahwa sesuatu
yang mengerikan akan segera
terjadi tanpa ada
penjelasan yang jelas, merasa
terancam oleh orang atau
peristiwa, kebingungan atau
kekhawatiran akan ditinggal
sendiri.
Dapat
disimpulkan bahwasanya gejala kecemasan bisa ditandai dengan adanya tiga simtom yaitu simtom fisik, simtom perilaku,
dan simtom kognitif.
d. Fungsi Komunikasi Interpersonal
Menurut Enjang
(2009, 77-79) Komunikasi Interpersonal
memiliki enam fungsi
diantaranya:
1)
Memenuhi kebutuhan sosial
dan psikologis
Dengan komunikasi
interpersonal, kita bisa
memenuhi kebutuhan sosial
atau psikologis. Para
psikologpun menyarankan bahwa
pada dasarnya kita
adalah makhluk sosial,
yaitu orang yang membutuhkan orang
lain, sebagaimana halnya manusia membutuhkan makanan, minuman,
perlindungan dan sebagainya. Apabila
kehilangan kontak dengan orang
lain, kebanyakan orang
akan berhalusinasi,
kehilangan koordinasi motorik,
dan secara umum
tidak bisa menyesuaikan diri
dengan diri dan lingkungan sekitar
2)
Mengembangkan kesadaran
diri
Melalui komunikasi
interpersonal akan terbiasa mengembangkan kesadaran diri mengkonfirmasikan tentang siapa dan apa diri kita. Apa
yang kita pikirkan
tentang diri kita.
Namun ada yang
sebagian merupakan refleksi dari apa yang orang lain sebut tentang diri
kita.
3)
Matang dan konvensi sosial
Melalui komunikasi
interpersonal kita tunduk
atau menentang konvensi sosial.
Kita berkomunikasi beramah-tamah dengan orang
lain dalam rangka memenuhi
konvensi sosial. Mengabaikan orang lain dan tidak berbicara
berarti menentang konvensi
sosial dan menimbulkan kesan melalaikan orang lain.
4)
Konsistensi hubungan
dengan orang lain
Melalui komunikasi
interpersonal kita menetapkan
hubungan kita. kita berhubungan dengan orang lain, melalui pengalaman
yang kita lalui bersama dengan
mereka dan melalui
percakapan–percakapan bersama mereka.
Ketika kita bertemu
dengan seseorang secara
terus-menerus, sifat dasar
komunikasinya akan menetapkan
tipe dan kualitas hubungan kita.
jika percekapan mengenai
hal-hal remeh, itu
akan menjadi sekedar kenalan. Jika dalam percakapan itu ada perdebatan
dan perang mulut hubungan akan
menjadi tidak sehat.
Jika kita memulai percakapan tentang
perasaan yang mendalam,
berbagai cerita pribadi mendengarkan orang
lain dengan empati
dan pemahaman, dan membicarakan persoalan yang berhubungan
dengan kita, maka kita akan mengembangkan hubungan yang sehat, dekat dan lebih
intim.
5)
Mendapatkan informasi yang
lebih banyak.
Melalui komunikasi
interpersonal, kita juga
akan memperoleh informasi yang
lebih. informasi yang akurat dan tepat waktu merupakan kunci untuk
membuat keputusan yang
efektif. Jika kita
bisa memperoleh sebagian informasi melalui observasi langsung, membaca,
mendengarkan dari berbagai
media, kita bisa
memperoleh banyak informasi
yang bisa digunakan
untuk mengambil keputusan selama berbicara dengan orang lain.
6)
Bisa mempengaruhi atau
dipengaruhi orang lain
Melalui komunikasi
interpersonal kita
mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh
orang lain. Jika
hasil yang diharapkan
menyangkut persetujuan dan kerjasama dengan orang lain, komunikasi
interpersonal berfungsi untuk mempengaruhi
gagasan dan perilaku.
Kita bisa menggunakan bentuk
komunikasi ini untuk mempengaruhi
orang lain, dan demikian pula
sebaliknya. Seperti dinyatakan para ahli komunikasi bahwa
tujuan utama usaha
komunikasi adalah untuk
mempengaruhi gagasan dari perilaku orang lain.
3. Perilaku Belajar Siswa
Perilaku belajar yang
terjadi pada para peserta didik dapat dikenal baik dalam proses maupun
hasilnya. Proses belajar dapat terjadi apabila individu merasakan adanya
kebutuhan dalam dirinya yang tidak dapat dipenuhi dengan cara-cara refleks atau
kebiasaan (Syarifan Nurjan 2009, 20).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia perilaku adalah
tanggapan atau reaksi individu yang terwujud dalam gerakan (sikap), tidak saja
badan atau ucapan (Tim
Penyusun Kamus 2001, 670).
Perilaku merupakan gejala-gejala kepribadian. Di antaranya adalah, mengamati,
menanggapi, mengingat, memikir, dan sebagainya.
Menurut Skinner belajar
adalah suatu proses adaptasi
(penyesuaian tingkah laku) yang berlangsung secara progesif (Muhibbin
Syah 2009, 64). Belajar merupakan suatu
proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya (Slameto 2010, 2). Belajar adalah
suatu proses perubahan, yaitu perubahan dalam perilaku sebagai hasil dari
interaksi dengan lingkungannya dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya (Syarifan Nurjan 2009, 2).
Dari beberapa pengertian
belajar tersebut diatas, kata kunci dari belajar adalah perubahan perilaku. Dalam hal
ini, Muhibbin Syah (2004, 116-118) mengemukakan
ciri-ciri dari perubahan perilaku, yaitu :
a. Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional).
Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha
sadar dan disengaja dari individu yang bersangkutan. Begitu juga dengan
hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan menyadari bahwa dalam dirinya telah
terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya semakin bertambah atau
keterampilannya semakin meningkat, dibandingkan sebelum dia mengikuti suatu
proses belajar.
b.
Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu).
Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang
dimiliki pada dasarnya merupakan kelanjutan dari pengetahuan dan keterampilan
yang telah diperoleh sebelumnya. Begitu juga, pengetahuan, sikap dan
keterampilan yang telah diperoleh itu, akan menjadi dasar bagi pengembangan
pengetahuan, sikap dan keterampilan berikutnya.
c.
Perubahan yang fungsional.
Setiap perubahan perilaku
yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup individu yang
bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa mendatang.
d.
Perubahan yang bersifat positif dan aktif
Perubahan yang terjadi
karena proses belajar bersifat positif dan aktif. Positif artinya baik,
bermanfaat, serta sesuai dengan harapan. Hal ini juga bermakna bahwa perubahan
tersebut senantiasa merupakan penambahan, yaitu diperolehnya sesuatu yang baru
yang lebih baik dari pada apa yang telh ada sebelumnya. Perubahan aktif adalah
tidak terjadi dengan sendirinya seperti karena proses kematangan.
Hasil perilaku belajar
ditunjukan dengan adanya perubahan perilaku dalam keseluruhan pribadi belajar.
Perilaku hasil belajar mencakup aspek-aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Perilaku belajar bersumber dari berbagai aspek perilaku lain baik
yang bersifat internal maupun eksternal. Diantara aspek internal yang mesti
dipahami adalah potensi, prestasi, kebutuhan, minat, sikap, pengalaman,
kebiasaan, emosi, motivasi, kepribadian, perkembangan, keadaan fisik, dan
cita-cita (Syarifan Nurjan 2009, 20).
4. Bentuk-Bentuk Perilaku Belajar
Dalam mengubah
perilaku, individu melakukan berbagai perbuatan mulai dari yang sederhana
hingga yang kompleks, menurut Robert Gagne (dalam Syarifan Nurjan 2009, 20)
bentuk perilaku tersebut adalah
a. Mengenal tanda isyarat,
b. Menghubungkan stimulasi dengan respon,
c. Merangkaikan dua respon atau lebih,
d. Asosiasi verbal, yaitu menghubungkan sebuah
label kepada suatu stimulasi,
e. Diskriminasi, yaitu menghubungkan suatu respon
yang berbeda kepada stimulasi yang
sama,
f. Mengenal konsep, yaitu menempatkan beberapa stimulasi yang tidak sama
dalam kelas yang sama,
g. Mengenal prinsip, yaitu membuat hubungan anatara dua konsep atau lebih,
h. Pemecahan masalah, yaitu menggunakan prinsip-prinsip untuk merancang
suatu respon.
Menurut Muhibbin Syah (2009, 121-125) Manifestasi
atau perwujudan perilaku belajar biasanya lebih sering tampak dalam
perubahan-perubahan sebagai berikut.
a.
Manifestasi Kebiasaan
Menurut Burghardt, kebiasaan itu timbul karena
proses penyusutan kecenderungan respons dengan menggunakan stimulasi yang
berulang-ulang. Dalam proses belajar, pembiasaan juga meliputi pengurangan
perilaku yang tidak diperlukan. Karena proses penyusutan/pengurangan inilah,
muncul suatu pola bertingkah laku baru yang relatif menetap dan otomatis.
b.
Manifestasi Keterampilan
Ketrampilan adalah
kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot yang lazimnya tampak dalam kegiatan jasmaniah. Menurut
Reber Keterampilan adalah kemampuan melakukan
pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi secara mulus dan sesuai
dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu.
c.
Manifestasi Pengamatan
Pengamatan artinya proses menerima,
menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera
seperti mata dan telinga. Berkat pengalaman belajar seseorang akan mampu
mencapai pengamatan yang benar obyektif sebelum mencapai pengertian. Pengamatan
yang salah akan mengakibatkan timbulnya pengertian yang salah pula.
d.
Manifestasi Berpikir Asosisatif dan Daya Ingat
Secara sederhana, berpikir asosiatif adalah
berpikir dengan cara menegasosiasikan sesuatu dengan lainnya. Berpikir
asosiatif itu merupakan proses pembentukan hubungan antara rangangan dengan
respons. Dalam hal ini kemampuan seseorang untuk melakukan hubungan asosiatif
yang benar amat dipengaruhi oleh tingkat pengertian atau pengetahuan yang
diperoleh dari hasil belajar.
Di samping itu, daya ingat pun merupakan
perwujudan belajar, sebab merupakan unsur pokok dalam berpikir asosiatif. Jadi,
siswa yang telah mengalami proses belajar akan ditandai dengan bertambahnya
simpanan materi (pengetahuan dan pengertian) dalam memori, serta meningkatnya
kemampuan menghubungkan materi tersebut dengan situasi atau stimulus yang
sedang ia hadapi.
e.
Manifesatasi Berpikir Rasional dan Kritis
Berpikir rasional dan kritis adalah perwujudan
perilaku belajar terutama yang bertalian dengan pemecahan masalah. Pada umumnya
siswa yang berpikir rasional akan menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar
pengertian dalam menjawab pertanyaan “bagaimana” (how) dan “mengapa” (why).
Dalam berpikir rasional, siswa dituntut menggunakan logika (akal sehat) untuk
menetukan sebab-akibat, menganalisis, menarik kesimpulan-kesimpulan, dan bahkan
juga menciptakan hukum-hukum (kaidah teoritis) dan ramalan-ramalan. Dalam hal
berpikir kritis, seseorang dituntut menggunakan strategi kognitif tertentu yang
tepat untuk menguji keandalan gagasan pemecahan masalah dan mengatasi kesalahan
atau
f.
Manifestasi Sikap
Sikap (atitude)
adalah kecenderungan yang relatif menetap
untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu.
Dalam hal ini, perwujudan perilaku belajar seseorang akan ditandai dengan
munculnya kecenderungan-kecenderungan baru yang telah berubah (lebih maju dan
lugas) terhadap suatu obyek, tata nilai, peristiwa, dan sebagainya
g.
Manifestasi Apresiasi
Apresiasi adalah suatu pertimbangan mengenai arti penting
atau nilai sesuatu. Dalam penerapannya apresiasi sering diartikan sebagai
penghargaan atau penilaian terhadap benda-benda baik abstrak maupun konkret
yang memiliki nilai luhur. Tingkat apresiasi seorang siswa terhadap nilai
sebuah karya sangat bergantung pada tingkat pengalaman belajarnya.
h.
Manifestasi Tingkah Laku
Afektif
Tingkah laku afektif adalah tingkah laku yang menyangkut
keanekaragaman perasaan seperti takut, marah, sedih, gembira dan sebagainya.
Tingkah laku ini tidak terlepas dari pengarug pengalaman belajar, oleh
karenanyadapat dianggap sebagai perwujudan perilaku belajar.
G.
Metode Penelitian
Perlu kiranya penulis memberikan paparan tentang metode
penelitian yang akan penulis gunakan, yaitu jenis penelitian, populasi dan
sampel, instrumen penelitian, prosedur penelitian, dan tehnik analisis data.
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang
digunakan yaitu penelitian deskriptif
korelasional yang bertujuan untuk melihat bagaimana variasi-variasi pada
suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi faktor lain berdasarkan pada
koefisien korelasi (Sumadi Suryabrata 2011, 82). Adapun model desain penelitian
sebagai berikut.
X1
|
X2
|
Y
|
Keterangan:
X1 adalah kepercayaan Diri
X2 adalah kecemasan
komunikasi interpersonal
Y adalah Perilaku Belajar Siswa
2. Populasi dan Sampel
Pada setiap proses dalam penelitian tentu ada suatu sasaran atau objek yang ingin diteliti, ini sangat perlu agar informasi yang ingin kita teliti ataupun data yang diperlukan dalam pemecahan masalah serta pengujian hipotesis yang akan diajukan mendapatkan suatu pasangan artinya antara yang dibutuhkan atau objek ini ada. Ada dua objek atau sasaran yang akan digunakan dalam penelitian ini, objek tersebut adalah populasi dan sampel.
a.
Populasi
Populasi adalah
keseluruhan dari objek penelitian yang dapat berupa manusia, hewan,
tumbuh-tumbuhan, udara, nilai, sikap dsb, sehingga objek-objek ini dapat
menjadi sumber data penelitian (Sofyan Siregar 2011, 145).
Berdasarkan uraian di atas
dapatlah diketahui bahwa populasi merupakan keseluruhan objek yang menjadi
sasaran penelitian. Dengan demikian, populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh Siswa Kelas X MAN 2 Model Makassar yang berjumlah 290.
b.
Sampel
Sampel adalah sejumlah
anggota yang diambil dari suatu populasi, besarnya sampel ditentukan oleh
banyaknya data dalam sampel itu, oleh karena itu sampel dipilih harus mewakili
populasi (Muhammad Arif Tiro 2000, 3). Penentuan besarnya sampel yang akan
diteliti, penulis berpedoman pada pendapat yang dikemukakan oleh Suharsimi
Arikunto (2009, 95) bahwa, jika anggota subjek dalam populasi kurang dari 100
maka semua diambil sebagai sampel, akan tetapi apabila populasi lebih dari 100
maka sampel dapat diambil antara 10-15% atau 20-25%.
Mengingat jumlah populasi dalam penelitian ini cukup besar yaitu
sebanyak 290 siswa maka peneliti
mengambil 20% untuk pengambilan sampelnya, jadi dalam penelitian ini
menggunakan 58 siswa sebagai sampel penelitian dengan menggunakan tehnik random
sampling atau sampel acak.
3.
Instrumen Penelitian
Menurut Suharsimi Arikunto (2009, 101) instrumen penelitian merupakan alat bantu yang
dipilih dan dipergunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan agar
kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya.
Adapun instrumen penelitian yang digunakan
dalam mengumpulkan data adalah sebagai berikut.
a.
Skala
Skala merupakan sebuah instrumen pengumpul data yang bentuknya daftar cocok
tetapi alternatif yang disediakan merupakan sesuatu yang berjenjang (Suharsimi Arikunto 2009, 105).
Pada penelitian ini
peneliti menggunakan skala likert,
Menurut Saifuddin Azwar (2008, 139-140) skala likert adalah
metode penskalaan pernyataan sikap
yang menggunakan distribusi
respon sebagai dasar penentuan nilai
skalanya, dalam skala ini menggunakan
respon yang dikategorikan kedalam empat
macam kategori jawaban sangat sesuai, sesuai, kurang sesuai, dan tidak sesuai. Skor jawaban skala
likert dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel. 1 Skor Jawaban Skala
Jawaban
|
Skor Jawaban
Positif
|
Skor Jawaban
Negatif
|
Sangat Sesuai (SS)
|
4
|
1
|
Sesuai (S)
|
3
|
2
|
Kurang Sesuai (KS)
|
2
|
3
|
Tidak Sesuai (TS)
|
1
|
4
|
Skala yang digunakan dalam
penelitian ini ada tiga, yaitu skala kepercayaan diri, skala kecemasan komunikasi
interpersonal dan skala perilaku belajar siswa.
1)
Skala Kepercayaan Diri
Skala kepercayaan
diri bertujuan untuk mengetahui ciri-ciri
kepercayaan diri seseorang yang disusun menurut Lautser (dalam Diah
Nuraeni 2010, 73). Dalam skala kepercayaan diri ini telah digunakan dalam
penelitian sebelumnya dengan nilai uji
koefesien terendah dipakai pada
skala kepercayaan diri adalah
0,304 dan yang tertinggi adalah 0,600 dan nilai uji realibilitas sebesar
0,889. Adapun komponennya sebagai
berikut.
a)
Percaya pada kemampuan
diri sendiri
b)
Bertindak mandiri dalam
mengambil keputusan
c)
Memiliki rasa positif
terhadap diri sendiri
d)
Berani mengungkapkan
pendapat
Adapun uraian kisi-kisi skala kepercayaan diri dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel. 2 Skala Kepercayaan
Diri
Komponen
|
Indikator
|
Nomor
Item
|
Jumlah
|
|
Positif
|
Negatif
|
|||
Percaya
pada kemampuan diri sendiri
|
Keyakinan
atas diri sendiri dalam mengevaluasi dan mengatasi masalah
|
1, 3, 5, 7, 9, 11
|
2, 4, 6, 8, 10, 12
|
12
|
Bertindak
mandiri dalam mengambil keputusan
|
Dapat
bertindak mandiri dalam mengambil keputusan tanpa bantuan
orang lain
|
13, 15, 17, 19, 21, 23
|
14, 16, 18, 20, 22, 24
|
12
|
Mampu
meyakini tindakan yang diambil
|
||||
Memiliki rasa positif terhadap diri sendiri
|
Memiliki penilaian yang baik dalam diri sendiri
|
25, 27, 29, 31, 33, 35
|
26, 28, 30, 32, 34, 36
|
12
|
Memiliki dorongan berprestasi
|
||||
Berani mengungkapkan pendapat
|
Mampu mengutarakan sesuatu dalam diri yang ingin
diungkapkan kepada orang lain
|
37, 39, 41, 43, 45, 47
|
38, 40, 42, 44, 46, 48
|
12
|
Jumlah
|
24
|
24
|
48
|
2)
Skala Kecemasan Komunikasi
Interpersonal
Skala ini disusun menurut Greenberg dan Padesky (dalam
Diah Nuraeni 2010, 74) yang bertujuan untuk mengetahui
kecemasan komunikasi
interpersonal yang dialami
oleh siswa. Dalam skala kecemasan
komunikasi interpersonal ini telah digunakan dalam penelitian sebelumnya dengan
nilai koefisien terendah
yang dipakai pada
skala kecemasan komunikasi
interpersonal adalah 0,312
dan yang tertinggi
adalah 0,74 sedangkan nilai uji realibilitas sebesar 0,904. Adapun
komponen skala kecemasan komunikasi interpersonal sebagai berikut.
a) Simtom fisik
b) Simtom perilaku
c) Simtom kognitif
Adapun uraian kisi-kisi skala kecemasan komunikasi
interpersonal dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel. 3 Skala Kecemasan
Komunikasi Interpersonal
Komponen
|
Indikator
|
Nomor
Item
|
Jumlah
|
|
Positif
|
Negatif
|
|||
Simtom Fisik
|
Gemetar, panas dingin
|
1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 15, 17, 19
|
2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20
|
20
|
Pingsan atau merasa
lemas
|
||||
Keluar banyak keringat
dan jantung berdetak kencang
|
||||
Kegugupan
|
||||
Simtom
Perilaku
|
Perilaku menghindar (Meninggalkan situasi yang menimbulkan kecemasan)
|
21, 23, 25, 27, 29, 31,
33, 35, 37, 39
|
22, 24, 26, 28, 30, 32,
34, 36, 38, 40
|
20
|
Simtom Kognitif
|
Khawatir tentang sesuatu
|
41, 43, 45, 47, 49, 51, 53, 55, 57, 59
|
42, 44, 46, 48, 50, 52,
54, 56, 58, 60
|
20
|
Keyakinan bahwa sesuatu
yang mengerikan akan segera terjadi
|
||||
Kebingungan atau
kekhawatiran akan ditinggal sendiri
|
||||
Merasa terancam oleh
orang atau peristiwa
|
||||
Jumlah
|
30
|
30
|
60
|
3)
Skala Perilaku Belajar Siswa
Skala ini disusun berdasarkan pendapat dari Muhibbin
Syah (2009, 121-125) yang bertujuan
untuk mengetahui perilaku belajar siswa. Adapun komponennya
sebagai berikut.
a)
Kedisiplinan
b)
Kebiasaan
c)
Ketrampilan
d)
Keaktifan
e)
Tingkat kemampuan
Adapun uraian kisi-kisi
skala perilaku belajar siswa dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel. 4 Skala Perilaku Belajar
Siswa
Komponen
|
Indikator
|
Nomor
Item
|
Jumlah
|
|
Positif
|
Negatif
|
|||
Kedisiplinan
|
Belajar
di rumah
|
1, 2,
|
3, 4
|
4
|
Mengerjakan
tugas
|
||||
Kebiasaan
|
Mengulangi
materi
|
5, 6, 7
|
8, 9
|
5
|
Belajar
kelompok
|
||||
Ketrampilan
|
Mengerjakan
soal-soal
|
10, 11 12,
|
13, 14, 15
|
6
|
Kegiatan
praktikum
|
||||
Keaktifan
|
Kerjasama
|
16, 17
|
18, 19
|
4
|
Diskusi
|
||||
Tingkat kemampuan
|
Pengetahuan
fisika
|
20, 21, 22,
|
23
|
4
|
Proses menerima materi
|
||||
Jumlah
|
13
|
10
|
23
|
b.
Dokumentasi
Dokumentasi adalah cara mengumpulkan
data dengan mempelajari dan mencatat bagian-bagian yang dianggap penting dari
berbagai risalah resmi yang terdapat baik di lokasi penelitian maupun diinstasi
lain yang ada pengaruhnya dengan lokasi penelitian (Buchari Alma 2009, 72).
Pada tehnik ini, peneliti
dimungkinkan memperoleh informasi dari bermacam-macam sumber tertulis atau
dokumen yang ada pada responden atau tempat (Sukardi 2008, 81).
Bentuk dokumentasi yang
digunakan adalah berupa catatan-catatan resmi dan sumber sekunder, serta
dokumen-dokumen ekspresif seperti biografi, surat-surat agenda dan lain-lain.
2.
Prosedur Penelitian
Adapun tahap-tahap prosedur pengumpulan data
dalam penilitian adalah
sebagai berikut.
a.
Tahap Persiapan
Yaitu tahap awal dalam
memulai suatu kegiatan sebelum peneliti mengadakan penelitian langsung ke
lapangan untuk mengumpulkan data, misalnya membuat, mengurus surat izin untuk
mengadakan penelitian kepada pihak-pihak yang bersangkutan.
b.
Tahap Penyusunan
Tahap ini dilakukan dengan tujuan agar peneliti
mengetahui permasalahan yang tejadi di lapangan sehingga mempermudah dalam
pengumpulan data.
c.
Tahap Pelaksanaan.
Adapun cara yang dilakukan dalam tahap ini
yaitu dengan melakukan penelitian
lapangan untuk mendapatkan data yang kongkrit dengan menggunakan instrumen
penelitian serta dengan jalan membaca referensi/literature yang berkaitan
dengan pembahasan ini baik dengan menggunakan kutipan langsung ataupun kutipan
tidak langsung.
3.
Tehnik Analisis Data
Adapun tehnik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut.
a.
Analisis Deskriptif
yaitu tehnik analisis data yang digunakan untuk
menganalisis data dengan cara menggambarkan
data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud
membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Sugiyono 2011, 147).
Data yang terkumpul selanjutnya
dianalisis secara kuantitatif dengan membuat tabel distribusi frekuensi dengan
langkah-langkah sebagai berikut.
1)
Rentang data
Rentang data dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.
R = xt - xr
Keterangan: R = Rentang
xt =
Data terbesar dalam kelompok
xr =
Data terkecil dalam kelompok
2)
Jumlah kelas interval
Jumlah
kelas interval dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.
K =1 + 3,3 log n
Keterangan: K =
jumlah kelas interval
n = jumlah
data observasi
log = logaritma
3)
Panjang kelas
Panjang kelas dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut.
P =
Keterangan: P =
panjang kelas
R = Rentang
K = jumlah kelas interval
4) Menghitung rata-rata
Keterangan:
X = nilai mentah yang
dimiliki subjek
N = banyaknya
subjek yang memiliki nilai
5)
Standar deviasi
S =
(Anas
Sudijono 2006,43)
b. Analisis Inverensial
Yaitu menguji korelasi
antara variabel yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian yang diajukan
yaitu hubungan koefisien korelasi (r) antara kepercayaan diri dan kecemasan komunikasi interpersonal
(variable X) dengan perilaku belajar siswa pada mata pelajaran fisika (variable
Y) dengan menggunakan rumus korelasi product moment sebagai berikut.
rxy=
(Saifuddin Azwar 2008, 100).
Keterangan:
X dan Y = skor masing-masing skala
N = Banyaknya subjek
Pedoman untuk memberikan penafsiran terhadap
koefisien korelasi dapat digunakan pedoman dalam tabel dibawah ini:
Tabel. 5 Pedoman
Penafsiran Koefesien Korelasi
Interval Koefisien
|
Tingkat Hubungan
|
0,00 – 0,199
|
Sangat Rendah
|
0,20 – 0,399
|
Rendah
|
0,40 – 0,599
|
Sedang
|
0,60 – 0,799
|
Kuat
|
0,80 – 1,000
|
Sangat Kuat
|
(Sugiyono 2012, 184).
Dan untuk menggambarkan
korelasi yang menunjukkan dua variabel atau lebih digunakan multiple corelation (korelasi berganda) dengan rumus
sebagai berikut:
(Sugiyono 2012, 191).
Keterangan :
Ryx1x2
= Korelasi antara variabel X1 dengan
variabel X2 secara bersama-sama dengan variabel Y
Ryx1 = Korelasi
produk moment antara X1 dengan Y
Ryx2 = Korelasi
produk moment antara X2 dengan Y
Rx1x2
= Korelasi produk
moment antara X1 dengan X2
H.
Garis Besar Isi
Untuk memperoleh gambaran
singkat dari keseluruhan skripsi ini terdiri dari lima bab yang tersusun secara
sistematis yang meliputi pokok bahasan, penulis akan menguraikan kedalam bentuk
garis besar isi skripsi sebagai berikut:
Bab pertama, menyajikan
bab pendahuluan yang isinya gambaran umum isi skripsi, sekaligus sebagai
pengantar untuk memasuki pembahasan latar belakang masalah sebagai landasan
berfikir untuk merumuskan masalah yang diangkat. Dalam
bab ini juga dikemukakan rumusan masalah, hipotesis, defenisi operasional,
tujuan penelitian dan kegunaan penelitian serta garis besar isi skripsi.
Bab kedua, berisi tinjauan pustaka yang
membahas tentang kepercayaan diri dan
kecemasan komunikasi interpersonal dengan
perilaku belajar siswa pada mata pelajaran fisika.
Bab ketiga, berisi tentang metode penelitian
yang mencakup tentang jenis penelitian, populasi
dan sampel, instrumen penelitian prosedur pengumpulan data dan tehnik analisis
data.
Bab keempat, berisi tentang pembahasan hasil-hasil
penelitian.
Bab kelima, adalah penutup yang mengemukakan
kesimpulan dari beberapa uraian terdahulu dengan diakhiri saran-saran
penelitian.
I.
Daftar Pustaka
Alma, Buchari. Metode & Teknik Menyusun Proposal
Penelitian; Bandung: Alfabeta, 2009.
Arikunto, Suharsimi. Manajemen
Penelitian; Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
Aunurrahman. Belajar dan Pembelajaran; Bandung:
Alfabeta, 2010.
Azwar, Saifuddin. Penyusunan Skala Psikologi; Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2008
Desmita. Psikologi Perkembangan Peserta Didik;
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011.
Effendy, Onong Uchjana. Ilmu
Komunikasi Teori dan Praktek; Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 2009.
Enjang. Komunikasi Konseling, Bandung: Nuansa,
2009.
Mashudi, Farid. Psikologi
Konseling. Jogjakarta; Ircisod: 2012.
Nazir, Moh. Metode Penelitian;
Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003.
Nuraeni, Diah. Hubungan Antara Kepercayaan Diri
Dengan Kecemasan Komunikasi
Interpersonal Pada Siswa Kelas Vii
& Viii di SLTPN I Lumbang Pasuruan;
Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim, 2010.
Nurjan, Syarifan dkk. Psikologi
Belajar; Surabaya: Amanah Pustaka, 2009.
Rakhmat, Jalaluddin. Psikologi
Komunikasi; Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011.
Rosmawaty. Mengenal Ilmu Komunikasi; Jakarta:
Widya Padjajaran, 2010.
Santrock,
John W. Psikologi Pendidikan. Edisi kedua; Jakarta: Kencana, 2010.
Siregar, Sofyan. Statistik
Deskriptif untuk Penelitian; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011.
Slameto. Belajar dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhinya; Jakarta: Rineka Cipta, 2010.
Sudijono, Anas. Pengantar Statistik
Pendidikan; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006.
Sudjana, Nana & Ibrahim. Penelitian dan Penilaian
Pendidikan; Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2009.
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan
Kuantitatif, kualitatif, dan R&D;
Bandung: Alfabeta, 2012.
Sukardi. Metodologi Penelitian Pendidikan.
Kompetensi dan Praktiknya; Yogyakarta:
Bumi Aksara, 2008.
Sukmadinata, Nana syaodih. Landasan
Psikologi Proses Pendidikan; Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009.
Suryabrata, Sumadi, Metodologi
Penelitian. Jakarta; Rajawali Pers: 2011
Suryabrata, Sumadi. Psikologi
Kepribadian. Jakarta; Rajawali Pers: 2010.
Syah, Muhibbin. Psikologi Belajar. Jakarta;
Rajawali Pers: 2009.
Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan
Baru. Bandung; PT Remaja Rosdakarya: 2004.
Tim Penyusun Kamus. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Balai Pustaka. 1990.
Tiro Muhammad Arif. Dasar-Dasar Statistika;
Makassar: Universitas Negeri Makassar, 2000.
Undang-undang Sisdiknas. Sistem Pendidikan Nasional;
Jakatra: Sinar Grafika, 2011.
Yudhawati, Ratna & Dani Haryanto. Teori-Teori Dasar Psikologi Pendidikan; Jakarta: Prestasi Pustaka, 2011.
Yusuf, Syamsu LN & Juntika
Nurihsan. Teori Kepribadian; Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2011.
KERANGKA ISI (OUTLINE)
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
B.
Rumusan Masalah
C.
Hipotesis Penelitian
D.
Definisi Operasional Variabel
E.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
F.
Garis Besar
Isi Skripsi
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Kepercayaan
Diri
B.
Kecemasan Komunikasi Interpersonal
C.
Perilaku Belajar
Siswa
BAB III METODE
PENELITIAN
A.
Jenis Penelitian
B.
Populasi dan
Sampel
C.
Instrumen Penelitian
D.
Prosedur
Penelitian
E.
Tehnik Analisis Data
BAB IV HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Tingkat
Kepercayaan Diri Siswa pada Mata Pelajaran Fisika Kelas X MAN 2 Model Makassar
B.
Tingkat
Kecemasan Komunikasi Interpersonal Siswa pada Mata Pelajaran Fisika Kelas X MAN
2 Model Makassar
C.
Hubungan Antara Kepercayaan diri dan kecemasan Komunikasi Interpersonal
dengan Perilaku Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Fisika Kelas X MAN 2 Model
Makassar.
BAB V PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Saran
DAFTAR
PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar